Sabtu, 22 November 2014

seks ayu

 Kisah ini terjadi sekitar tiga bulan setelah
Ayu Ting Ting mengalami mimpi buruknya dengan Imron, si penjaga
kampus bejat itu. Cerita seks Artis ayu ting ting Saat itu adalah lima hari
menjelang Lebaran, Ayu Ting Ting sudah tiga hari di rumah tanpa orang
tuanya karena keduanya sedang ke luar kota menghadiri pernikahan
famili. Tinggallah dia di rumah yang besar itu dengan dua orang
pembantunya Mbak Jum dan Mbak Narti serta seorang tukang kebun tua,
Pak Gito. Seb...
Cerita seks Artis ayu ting ting - Kisah ini terjadi sekitar tiga bulan setelah
Ayu Ting Ting mengalami mimpi buruknya dengan Imron, si penjaga
kampus bejat itu. Cerita seks Artis ayu ting ting Saat itu adalah lima hari
menjelang Lebaran, Ayu Ting Ting sudah tiga hari di rumah tanpa orang
tuanya karena keduanya sedang ke luar kota menghadiri pernikahan
famili. Tinggallah dia di rumah yang besar itu dengan dua orang
pembantunya Mbak Jum dan Mbak Narti serta seorang tukang kebun tua,
Pak Gito. Sebenarnya ada seorang pembantu lagi, Mbak Milah tapi dia
sudah minta ijin mudik sehari sebelum kedua orang tuanya berangkat.
Hari itu jam sepuluh pagi, Mbak Jum dan Narti pun berpamitan pada Ayu
Ting Ting untuk mudik, Ayu Ting Ting sebelumnya memang sudah
diberitahu hal ini oleh mamanya dan dititipi sejumlah uang untuk mereka.
Maka Ayu Ting Ting pun menyerahkan kedua amplop berisi uang itu
kepada mereka sebelum mereka meninggalkannya.
“Cepetan balik yah Mbak, saya sendirian nih jadinya !” pesan Ayu Ting
Ting.
“Non nggak usah takut kan disini masih ada Pak Gito, oh iya makanan
buat siang nanti Mbak udah siapkan di meja, kalau dingin masukin oven
aja yah” kata Mbak Narti. Akhirya kedua wanita itupun berangkat. Ayu
Ting Ting sebenarnya agak risih di rumah hanya berdua dengan Pak Gito,
apalagi masih belum hilang dari ingatannya kenangan pahit diperkosa
mantan sopirnya, Nurdin dulu.
Dia ingin memanggil pacarnya Frans untuk menemaninya, namun sayang
pemuda itu baru berangkat bersama keluarganya ke Singapura kemarin.
Namun dia agak lega karena menurutnya Pak Gito bukanlah pria
berbahaya seperti mantan sopirnya itu, dia adalah pria berusia lanjut, 67
tahun dan orangnya cukup sopan, kalau berpapasan selalu menyapanya
walaupun seringkali Ayu Ting Ting cuek karena sedang buru-buru atau
tidak terlalu memperhatikan. Ia baru bekerja di rumah mewah itu sebulan
yang lalu menggantikan tukang kebun sebelumnya, Pak Maman yang
mengundurkan diri setelah istrinya di kampung meninggal. Setelah
mengantarkan kedua pembantunya hingga ke pagar, Ayu Ting Ting
kembali ke dalam dan masuk ke kamarnya.
Di sana dia mengganti bajunya dengan baju fitness yang seksi, atasannya
berupa kaos hitam tanpa lengan yang menggantung ketat hingga bawah
dada sehingga memperlihatkan perutnya yang seksi, belum lagi
keketatannya menonjolkan bentuk dadanya yang membusung indah,
sementara bawahannya berupa celana pendek yang membungkus paha
hingga sepuluh centi diatas lutut. Setelah mengikat rambutnya ke
belakang, dia segera turun ke bawah menuju ruang fitness di belakang
rumah. Ruang itu berukuran sedang dengan dilapisi karpet kelabu,
beberapa peralatan fitness tersedia disana seperti treadmill, training bike,
perangkat multi gym, hingga yang kecil-kecil seperti abdomenizer dan
barbel. Ruang fitness keluarga ini memang cukup lengkap, disinilah Ayu
Ting Ting sering berolahraga menjaga kebugaran dan bentuk tubuhnya.
Sebelum mulai berolah raga Ayu Ting Ting menyalakan CD playernya dan
terdengarlah musik R&B mengalun dari speaker yang terpasang pada dua
sudut ruangan itu. Ayu Ting Ting memulai latihan hari itu dengan
treadmill, kira-kira dua puluh menit lamanya dia berjalan di atas papan
treadmill itu lalu dia berpindah ke perangkat multi gym. Disetelnya alat
itu menjadi mode sit up dan mulailah dia mengangkat-angkat badannya
melatih perut sehingga tidak heran jika dia memiliki perut yang demikian
rata dan mulus. Butir-butir keringat mulai membasahi tubuh gadis itu,
dari kening dan pelipisnya keringatnya menetes-netes. Tiba-tiba Ayu
Ting Ting merasa dirinya ada yang sedang mengawasi, dia melayangkan
pandangannya ke arah pintu geser yang setengah terbuka dimana
dilihatnya Pak Gito, si tukang kebun itu sedang berdiri memandangi
dirinya.
“Heh…ngapain Bapak disitu !?” hardik Ayu Ting Ting yang marah atas
kelancangan Pak Gito yang masuk diam-diam itu.
“Nggak Non, abis nyiram tanaman aja kebetulan lewat sini ngeliat Non
lagi olahraga” jawab pria itu.
“Ga sopan banget sih, masuk diem-diem gitu, keluar !!” bentak Ayu Ting
Ting sambil menundingnya.
Ayu Ting Ting mulai merasa tidak enak dan takut ketika melihat pria tua
itu bukannya pergi malah diam saja menatap padanya lalu
mengembangkan senyum. Tidak, peristiwa seperti dulu tidak boleh terjadi
lagi demikian pikir Ayu Ting Ting, lagipula dia hanya seorang pria tua,
bisa apa dia terhadapnya, seburuk-buruknya kemungkinan pun paling
melarikan diri dan si tua itu tidak mungkin tenaganya cukup untuk
mengejar.
“Bapak mulai kurang ajar yah” Ayu Ting Ting marah dan berdiri
menghampirinya, “denger gak tadi saya bilang keluar !?”
“Keluar ya keluar Non, tapi ngomongnya baik-baik dikit dong, dasar
lonte” kata Pak Gito.
Kedua kata umpatan terakhir itu memang diucapkan Pak Gito dengan
suara kecil, namun Ayu Ting Ting dapat mendengarnya sehingga kontan
darahnya pun semakin naik.
“Hei…omong apa tadi ?! Keluar sana, cepat beresin barang Bapak, Bapak
saya pecat sekarang juga, dasar orang tua ga tau diri !” Ayu Ting Ting
membentaknya dengan sangat marah.
Pak Gito tentu saja kaget karena umpatannya terdengar sehingga
memancing kemarahan nona majikannya itu, tapi sebentar saja
senyumnya mengembang kembali.
“Lho kenapa emangnya Non, emang bener kan kata saya tadi, sama
penjaga kampus dan sopir aja Non mau kan ?” ujarnya enteng.
Mendengar itu Ayu Ting Ting langsung merasa seperti ada belati dilempar
tepat mengenai dadanya, dia langsung mati kutu dan terdiam selama
beberapa detik, rasa takut pun mulai melingkupi dirinya.
“Jangan ngomong sembarangan yah, saya telepon papa atau polisi kalau
perlu kalau Bapak macam-macam !” gertaknya sambil menutupi
kegugupan.
“Ya silakan Non, telepon aja, ntar juga saya laporin Non pernah ada main
sama si Nurdin dulu, terus sama penjaga kampus Non juga”
Kemudian pria tua itu mulai menjelaskan bagaimana dia mengetahui
skandal-skandal seks gadis itu yang ternyata didapatnya dari Nurdin,
mantan sopirnya, yang juga tidak lain adalah keponakan pria itu.
Ayu Ting Ting diam seribu bahasa, rasanya lemas sekali membayangkan
apa yang akan terjadi selanjutnya. Pak Gito lalu mendekati Ayu Ting Ting
yang berdiri terpaku, tangan keriputnya memegang kedua lengannya yang
mulus. Ayu Ting Ting tidak bereaksi, batinnya mengalami konflik, dia
sama sekali tidak ingin melayani nafsu pria seusia kakeknya ini, namun
apa daya karena pria ini telah mengetahui aibnya yang dipakainya
sebagai alat mengintimidasinya. Tangan pria itu mulai membelai
lengannya sehingga menyebabkan bulu kuduk gadis itu serentak berdiri
merasa geli dan jijik. Tangan kanannya naik membelai pipinya lalu ke
belakang kepalanya menarik ikat rambutnya sehingga tergerailah rambut
indahnya yang seminggu lalu baru diluruskan dan dihighlight kemerahan.
“Cantik, bener-bener cantik !” gumam Pak Gito mengagumi kecantikan
Ayu Ting Ting, “Cuma sayang sifatnya jelek !” sambungnya sambil
mendorong tubuh gadis itu hingga jatuh tersungkur di lantai berkarpet.
“Aaaww !” jerit Ayu Ting Ting, namun sebelum dia sempat bangkit pria itu
telah lebih dulu meraih kedua lengannya, mengangkatnya ke atas kepala
dan mengunci kedua pergelangannya dengan tangan kiri sementara
tangan kanannya menyibak kaos fitnessnya sehingga payudaranya yang
putih montok berputing kemerahan itu terekspos. Mata Pak Gito melotot
seperti mau copot melihat keindahan kedua gunung itu. Tatapan mata itu
membuat Ayu Ting Ting bergidik melihatnya.
“Dasar anak jaman sekarang, udah jadi lonte aja masih suka belagu !”
kata Pak Gito sambil meremas payudara kirinya dengan gemas. “Tau gak,
Bapak sebenernya kasian ngedenger si Nurdin cerita tentang Non itu,
saya sempat tegur dia, terus saya pikir Non juga udah bertobat, tapi
selama saya kerja disini ternyata masih gitu-gitu aja. Non tetap sombong
dan suka marah-marah ke pembantu seperti kita, emang Non pikir kita ini
apa sih !?” pria itu dengan keras memarahinya.
“Jangan Pak, jangan begitu !” kata Ayu Ting Ting dengan suara bergetar.
Sementara Pak Gito terus mengagumi kedua payudara Ayu Ting Ting yang
menggemaskan itu, tangan kanannya terus berpindah-pindah meremasi
kedua payudara itu. Ayu Ting Ting sendiri menggeliat-geliat dan meronta
tapi kuncian Pak Gito pada pergelangan tangannya cukup kuat. Sentuhan
tangan keriput itu pada payudaranya mulai menimbulkan sensasi aneh,
darahnya bergolak dan nafasnya mulai tidak teratur.
“Cewek kaya Non gini emang harus dikasih pelajaran biar tau diri dikit,
sekalian Bapak juga mau ngerasain cewek cantik mumpung masih hidup
hehehe !” katanya terkekeh-kekeh.
“Aahh…sshhh….nngghh !” desah Ayu Ting Ting saat mulut Pak Gito
melumat payudaranya, lidahnya yang panas itu langsung mempermainkan
putingnya yang sudah mengeras.
Ayu Ting Ting benar-benar tidak berdaya saat itu karena nikmatnya, dia
sudah terbiasa mengalami pelecehan sejak menjadi budak seks Imron
sehingga nafsunya dengan cepat naik walau bercampur perasan benci
pada orang-orang yang mengerjainya.
Sambil masih mengunci pergelangan dan menciumi payudara nona
majikannya, pria tua itu menyusupkan tangan satunya ke celana pendek
itu. Telapak tangannya menyentuh vagina gadis itu yang ditumbuhi
rambut-rambut lebat. Tubuh Ayu Ting Ting berkelejotan dan mulutnya
mengeluarkan desahan ketika jari-jari pria itu menyentuh bibir vaginanya
dan mulai mengorek-ngorek liangnya, Ayu Ting Ting merasakan daerah
itu semakin basah saja. Pak Gito tersenyum puas melihat wajah
terangsang Ayu Ting Ting yang bersemu merah. Merasa Ayu Ting Ting
sudah takluk dan tidak memberontak lagi, pria itu mulai melepaskan
kunciannya pada pergelangan gadis itu. Setelah melepas kunciannya
tangannya langsung menarik lepas kaos fitness yang tersingkap itu
sehingga membuat gadis itu topless. Keringat bagaikan embun
membasahi tubuh bagian atasnya hasil dari fitness barusan. Ayu Ting
Ting hanya bisa pasrah, matanya nerawang menatap langit-langit sambil
sesekali merem-melek menahan nikmat.
Mulut Pak Gito kini merambat naik ke lehernya sementara kedua
tangannya tetap bekerja meremas payudaranya dan mengobok-obok di
balik celananya. Ayu Ting Ting membuang muka ketika pria itu mencoba
mencium bibirnya, terus terang dia enggan dicium oleh tua bangka ini,
melihat giginya yang mulai ompong dan hitam-hitam saja jijik apalagi
dicium. Dua kali dia membuang muka ke kiri dan kanan sampai akhirnya
Pak Gito berhasil memagut bibirnya yang indah itu.
Dia menggeleng-gelengkan kepala berusaha lepas, tapi saat itu pria itu
menekankan jari tengahnya pada klitoris yang telah berhasil
ditemukannya sehingga otomatis pemiliknya mendesah dan mulutnya
membuka. Saat itulah lidah Pak Gito menyeruak masuk dan langsung
menyapukan lidahnya di dalam mulut. Ketika Pak Gito melumat bibirnya,
Ayu Ting Ting memejamkan mata menahan jijik, betapa tidak bibir Pak
Gito yang sudah berkerut itu sedang beradu dengan bibirnya yang mungil
dan tipis. Semula dia menanggapi ciuman tukang kebunnya itu dengan
pasif, tapi karena serangan-serangan pria itu pada daerah lainnya cukup
gencar dan membuat birahinya semakin bergolak, lidah Ayu Ting Ting
mulai ikut bergerak beradu dengan lidah kasar tukang kebunnya itu.
Selama tiga menit lamanya Pak Gito menindih tubuh anak majikannya itu
sambil menciumi dan menggerayangi tubuhnya. Pria itu merasakan jari-
jarinya makin basah oleh lendir dari kemaluan gadis itu. Kemudian Pak
Gito melepas ciumannya, air ludah mereka nampak saling menjuntai
ketika bibir keduanya berpisah. Berikutnya dia menarik lepas celana
pendek Ayu Ting Ting beserta celana dalamnya. Dia bangkit berdiri tanpa
melepaskan pandangan matanya yang penuh nafsu itu dari tubuh
telanjang nona majikannya. Dia mulai melepaskan kemeja lusuhnya
memperlihatkan tubuhnya yang hitam kerempeng lalu dia buka celananya
sehingga terlihatlah penisnya yang sudah tegang, bentuknya lumayan
panjang, pangkalnya ditumbuhi bulu-bulu yang setengah memutih.
Pak Gito memapah Ayu Ting Ting lalu membaringkannya di alat sit up,
sebuah platform yang berdiri membentuk sudut 45 derajat dengan lantai.
Pria itu berjongkok di depannya dan membuka kaki gadis itu. Wajahnya
mendekat hingga berjarak hanya sepuluh centi dari vagina gadis itu,
matanya menatap nanar kemaluan yang berbulu lebat dengan bagian
tengah yang memerah itu. Ayu Ting Ting memalingkan wajah ke samping
dan memejamkan mata, dia merasa malu diperlakukan demikian, namun
juga ada seperti rangsangan aneh yang membuatnya merasa seksi. Dia
bisa merasakan dengus nafas pria itu menerpa vaginanya dan menambah
sensasi nikmat.
“Ooohh…Paakk !” Ayu Ting Ting mendesah panjang sambil menggenggam
erat pegangan alat itu ketika lidah Pak Gito menyapu bibir kemaluannya.
Demikian lihainya mulut ompong Pak Gito menjilati dan menyedot vagina
Ayu Ting Ting sampai membuat gadis itu menikmatinya. Ayu Ting Ting
mendesis-desis dan kakinya mengejang, dia mulai berani melihat ke
bawah dimana selangkangannya sedang dijilati dan dihisap-hisap oleh
pria tua itu. Lidah Pak Gito bergerak dengan lincah, kadang dengan
gerakan lambat, kadang cepat, kadang menjilati memutar di daerah itu
sehingga tanpa disadari Ayu Ting Ting merasa terbang ke awang-awang,
tanpa disadari tangannya meraih tangan Pak Gito dan meletakkannya
pada payudaranya, tangan keriput itupun langsung bekerja meremas dan
memilin-milin putingnya.
Setelah setengah jam lebih sedikit, tubuh Ayu Ting Ting mengejang
hebat, cairan orgasme meleleh dari liang vaginanya.
“Aahh…oohhh…!” Ayu Ting Ting mengerang panjang dalam orgasme
pertamanya dengan si tukang kebun itu.
Pak Gito sengaja menghentikan jilatannya untuk mengamati lendir vagina
gadis itu yang membanjir sampai menetes ke lapisan kulit pada alat
fitness itu. Sebuah senyum mesum tergurat pada wajah tuanya,
sepertinya dia senang sekali berhasil menaklukkan nona majikannya
seperti ini.
“Huehehe…gila banjir gini, Non juga konak yah, Bapak suka banget sama
mem*k Non, hhhmhh…ssllrrpp !” Pak Gito mengakhiri kata-katanya
dengan menghirup lendir vagina nona majikannya.
Mulutnya sampai menyedoti bibir vagina gadis itu sehingga membuat
tubuhnya makin mengejang dan menambah nikmat orgasmenya.
“Hhmm..enak yah rasa pejunya, Bapak udah lama nggak ngerasain seperti
ini !” gumamnya sambil terus menghirup cairan orgasme Ayu Ting Ting.
Gairah Ayu Ting Ting dengan cepat bangkit kembali karena Pak Gito terus
menjilati vaginanya dan melahap cairan orgasmenya hingga habis
menyisakan bercak ludah di daerah selangkangan gadis itu. Gairah itu
menghapus sementara rasa marah dan jijik yang sebelumnya
melingkupinya, entah mengapa dia kini merasa ingin penis lelaki tua ini
segera menusuk vaginanya.
Jantung Ayu Ting Ting semakin berdebar-debar ketika kepala penis pria
itu menyentuh bibir vaginanya. Nuraninya menghendaki agar dirinya
memberontak dan kabur, tapi tubuhnya yang berkata lain malah
menggerakkannya untuk membuka kakinya lebih lebar. Dia melihat jelas
bagaimana penis pria itu memasuki vaginanya juga ekspresi puas di
wajah tuanya karena berhasil menikmati tubuh gadis cantik yang baru
pernah dirasakan seumur hidupnya.
“Hhsshhh…enngghh…me…mek Non seret…banget !” gumam tukang kebun
itu disela-sela nafasnya yang memburu.
“Ahhh…Pak Gito…ooohh !” rintih Ayu Ting Ting menahan nikmat saat
penis itu mulai bergerak menggesek dinding vaginanya.
Pak Gito mulai menggenjoti vagina nona majikannya itu dengan
kecepatan makin meningkat tapi tidak sebrutal Imron atau sopirnya dulu
karena faktor usia. Pak Gito pun nampaknya sadar akan hal ini sehingga
dia tidak mau menggenjotnya terlalu cepat agar tidak terlalu
menghamburkan tenaga dan dapat menikmati kenikmatan langka ini lebih
lama. Ayu Ting Ting sendiri mulai terhanyut oleh gaya Pak Gito yang
khas itu. Tanpa disadari dia menggerakkan tubuh bagian bawahnya
menyambut hujaman-hujaman penis Pak Gito. Mata pria tua itu menatap
kedua payudaranya yang turut bergoyang-goyang mengikuti goyangan
tubuhnya sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menjulurkan
tangan kanannya meremasi benda itu sambil tangan yang satunya tetap
menyangga lutut gadis itu. Ayu Ting Ting nampak meringis-ringis dan
mendesah sambil sesekali menggigiti bibir bawah atau tangannya yang
terkepal.
“Balik Non, nungging !” perintah pria itu setelah 20 menitan dalam posisi
yang sama.
Ayu Ting Ting kini berpijak dengan kedua lututnya dan tangannya
bertumpu pada alat sit-up itu. Pria itu melebarkan sedikit kakinya lalu
kembali memasukkan penisnya ke liang senggama gadis itu yang telah
licin oleh lendir. Ayu Ting Ting merasakan sodokan tukang kebunnya ini
kini terasa lebih bertenaga dan lebih dalam sehingga tubuhnya lebih
terguncang daripada sebelumnya. Sambil menggenjot, kedua tangan
keriputnya juga menggerayangi sepasang payudara yang menggantung
itu. Suara benturan antara pantat Ayu Ting Ting dengan selangkangan
pria itu bercampur baur dengan irama musik R&B yang masih mengalun
dari CD player.
“Aarhhh…terus Non, goyang terus !” erang pria itu dengan suara parau.
Sebagai gadis yang sudah berpengalaman soal seks, Ayu Ting Ting tahu
bahwa bajingan tua ini sudah mau klimaks. Maka dia pun merespon
dengan menggoyangkan pinggulnya lebih cepat. Benar saja, tak lama
kemudian dia merasakan adanya siraman hangat di dalam vaginanya. Pria
itu mengerang menikmati spermanya mengisi rahim anak gadis
majikannya tersebut. Genjotannya makin menurun kecepatannya hingga
akhirnya berhenti dan penisnya tercabut. Akhirnya pria tua itu duduk
berselonjor di lantai dengan nafas ngos-ngosan. Ayu Ting Ting terlalu
seksi baginya sehingga dia menggenjotnya terlalu bernafsu di saat-saat
terakhir sehingga tenaganya banyak terkuras.
Ayu Ting Ting buru-buru memunguti pakaiannya dan keluar dari ruangan
itu setelah terlebih dahulu mematikan cd-player. Dia menatap kesal pada
pria itu ketika melintas di depannya sementara Pak Gito sendiri hanya
tersenyum puas sambil mengatur nafasnya yang masih putus-putus. Ayu
Ting Ting langsung masuk ke kamarnya dan membanting pintu serta
menguncinya. Kurang ajar sekali tua bangka ini, marahnya, tidak
disangka si tua itu ternyata adalah paman dari bekas sopir yang pernah
mempecundanginya dulu. Sekarang dirinya telah jatuh dalam kekuasaan
bajingan tua ini tanpa dapat berbuat apa-apa karena dia memegang kartu
trufnya. Setelah air di bathtub penuh, Ayu Ting Ting menaburkan sabun
ke dalamnya hingga berbusa lalu dia masuk ke dalam dan membasuh
tubuhnya dari sisa-sisa persetubuhan. Rasa lelah dari berolah raga dan
persetubuhan tadi membuatnya merasa ngantuk di dalam air hangat yang
memberi kenyamanan itu sehingga tanpa terasa dia mulai tertidur di bak.
Lebih dari setengah jam kemudian barulah dia terbangun karena
ponselnya yang diletakkan di pinggir bathtub berbunyi. Dia segera
mengangkat telepon dari mamanya yang mengabarkan mereka besok sore
baru pulang dan berpesan agar jaga diri di rumah, dan jangan lupa kunci
rumah yang benar. Betapa dongkolnya Ayu Ting Ting karena dengan
demikian berarti dia tidak bisa melepaskan diri dari Pak Gito hingga
besok dan masih harus iklas dikerjai orang tua itu.
Diapun bangkit dan keluar dari bak menyudahi mandinya. Setelah
mengeringkan tubuh dengan handuk dipakainya sebuah kaos longgar
warna biru muda dan celana pendek. Jam telah menunjukkan pukul
setengah dua ketika itu, diluar sana matahari sedang terik-teriknya. Ayu
Ting Ting merasa perutnya telah berbunyi minta diisi. Dibukanya pintu
sedikit dan melongokkan kepala keluar melihat keadaan, sepi…Pak Gito
sepertinya sedang di belakang sana. Maka dia pun keluar dari kamar
menuju ruang makan. Setelah menyendok nasi ke piringnya, dibukanya
tudung saji yang menutupi makanan di atas meja makan dan diambilnya
lauk secukupnya. Sepuluh menit kemudian, dia pun selesai makan, lalu
dibawanya piring dan gelas bekas itu ke tempat cuci piring. Selagi
mencuci piring, tiba-tiba dia merasa sebuah tangan mendarat di
pantatnya lalu meremasnya. Spontan diapun membalik badannya dan
menepis tangan itu.
“Kurang ajar !” omelnya dengan wajah cemberut.
“Siang Non, udah bangun yah, asyik kan tadi ?” goda Pak Gito sambil
cengengesan.
Wajah Ayu Ting Ting langsung merah padam mendengarnya, memang tak
dapat dipungkiri walaupun tindakan pria ini bisa digolongkan sebagai
pemerkosaan dan merendahkan harga dirinya namun dia sendiri juga
menikmatinya. Ingin rasanya menghantamkan piring di belakangnya ke
kepala tua bangka ini hingga bocor, tapi nyalinya tidak sebesar itu. Dia
hanya bisa menepis tangan pria itu ketika hendak meraba dadanya lalu
mendengus kesal sambil melengos meninggalkannya. Tak lama kemudian
terdengar suara pintu dibanting dari kamarnya. Pak Gito sendiri hanya
tertawa-tawa melihat reaksi nona majikannya itu.
Di kamar Ayu Ting Ting menyetel cd-playernya keras-keras sambil
menyalakan sebatang rokok untuk melampiaskan kekesalan pada tukang
kebunnya yang brengsek itu. Setelah rokok itu habis setengah batang,
tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Dia kecilkan sedikit volume cd-
playernya lalu membuka pintu.
“Ngapain lagi sih Pak ?!” ujarnya ketus.
“Waduh…jangan judes gitu dong Non, ini Bapak cuma konak lagi nginget
yang barusan, kita main lagi dikit yuk Non, mumpung cuma kita duaan
disini” sahut Pak Gito.
“Nggak ah, tadi kan udah…pergi sana !” tolak Ayu Ting Ting dengan kesal
seraya menutup pintu.
“Ayo dong Non jangan gitu ah…sebentar aja, tadi Bapak belum ngerasain
kont*l Bapak dimulut Non, ayo dong…yah !” Pak Gito menahan pintu itu
dengan setengah memohon dan setengah memaksa.
Pak Gito membuatnya tidak punya pilihan lain sehingga akhirnya dengan
terpaksa diiyakannya kemauan pria ini. Dengan berat hati dibiarkannya
pria itu masuk ke kamarnya. Ayu Ting Ting menghempaskan pantatnya
hingga terduduk di tepi ranjang tanpa melepas pandangan marahnya pada
pria itu. Pak Gito berdiri di hadapannya dan mulai melepaskan celananya.
Setelah celana panjangnya melorot jatuh, dia mengeluarkan penisnya
yang sudah menegang dari balik celana dalamnya.
“Ayo Non disepong yang enak !” Pak Gito menyodorkan penis itu pada
nona majikannya.
Walau terbiasa melihat penis hitam dan dilecehkan seperti itu, namun
Ayu Ting Ting baru pernah berurusan dengan penis tua yang bulu-
bulunya sudah mulai beruban seperti yang satu ini sehingga ada rasa
enggan untuk mengoralnya. Ayu Ting Ting sadar bahwa itu adalah
keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, maka dengan terpaksa dia
mulai menggenggam penis itu, terasa denyutan benda itu dalam
genggamannya. Tanpa menunggu perintah lagi dia mendekatkan wajahnya
pada penis yang menodong wajahnya itu. Lidahnya bergerak menyapu
bagian kepalanya yang bersunat. Pak Gito mengerang parau merasakan
jilatan lidah gadis itu pada ujung penisnya, tubuhnya bergetar sambil
meremas rambut gadis itu. Seumur hidupnya baru pernah pria tua itu
merasakan yang namanya oral seks, istrinya selalu menolak untuk
melakukan hal itu, sehingga kehidupan seksnya terasa hambar selama
puluhan tahun menikah. Oral seks pertama dengan gadis secantik nona
majikannya ini memberinya sensasi luar biasa, rasanya seperti kembali
muda lagi sehingga dia melenguh tak karuan. Penisnya kini sudah masuk
ke mulut gadis itu, dia merasakan lidahnya menggelikitik penisnya juga
sensasi hangat dari air liurnya.
“Uhhh…enak banget Non, terus gituin yah…eeemm…jangan dilepas yah !”
erangnya sambil memegangi kepala gadis itu.
Ayu Ting Ting melancarkan teknik-teknik mengoralnya, semakin hari dia
semakin terbiasa diperlakukan demikian di kampus, terutama yang paling
sering dengan Imron, sesekali dengan Pak Dahlan si dosen bejat itu atau
pernah juga dengan Pak Kahar, si satpam kampus yang tak bermoral. Dia
memaju-mundurkan kepalanya sambil mengulum penis itu, tangannya
juga ikut bekerja mengocok batangnya atau memijat buah pelirnya. Pria
setengah baya itu merasa semakin keenakan sehingga tanpa sadar ia
menggerak-gerakkan pinggulnya sehingga penisnya menyodoki mulut
Ayu Ting Ting seolah menyetubuhinya. Kini Ayu Ting Ting berhenti
memaju-mundurkan kepalanya dan hanya pasrah membiarkan mulutnya
disenggamai tukang kebunnya itu, kepalanya dipegangi sehingga tidak
bisa melepaskan diri. Kurang lebih sepuluh menitan akhirnya Pak Gito
mencapai puncak, dia mengerang tak karuan dan menggerakkan
pinggulnya lebih cepat sehingga membuat Ayu Ting Ting agak kelabakan.
Diiringi erangan keras, keluarlah spermanya di mulut Ayu Ting Ting.
Walaupun jijik karena aromanya yang cukup tajam, Ayu Ting Ting bisa
juga menelan habis cairan itu tanpa menetes keluar dari mulutnya.
Memang menghisap merupakan salah satu kelebihannya dalam hubungan
seks. Frans, pacarnya, juga sangat suka penisnya dioral olehnya,
terkadang kalau sudah mau orgasme dia minta padanya untuk dioral agar
bisa keluar di mulut dan merasakan hisapannya yang dahsyat itu. Setelah
semprotannya berhenti, dijilatinya juga sisanya yang blepotan pada
batang itu hingga bersih.
“Udah Pak…cukup sampai sini, sekarang keluar !” Ayu Ting Ting berdiri
dan menyuruhnya keluar.
“Alah Non…masa sih segitu aja ? ayo dong biar Bapak muasin Non !” Pak
Gito mendekap tubuh Ayu Ting Ting dan tangannya bergerak ke bawah
meremas pantatnya.
Ayu Ting Ting meronta dan mendorong tubuh pria tua itu hingga dia
terhuyung ke belakang hampir terjatuh.
“Udah dong Pak, saya bilang jangan sekarang, kenapa sih !?” kata Ayu
Ting Ting setengah menghardik.
Pak Gito hanya tersenyum kecil sambil menaikkan kembali celananya.
“Ya udah ga apa-apa deh…dasar lonte…awas ya nanti !” dia lalu
membalikkan badan dan keluar dari kamar.
Akhirnya Ayu Ting Ting berhasil juga menolak pria itu, tapi dia agak
takut juga mendengar perkataan terakhir Pak Gito yang bernada
mengancam itu. Ya sudahlah paling-paling digarap habis-habisan lagi
dan disuruh tidur bareng dengan si tua brengsek itu, toh yang seperti itu
bisa dibilang sudah menjadi hal biasa sejak dirinya menjadi budak seks.
Sekarang ini dia sedang tidak mood melakukan hal itu. Dia pun berbaring
di ranjang empuk itu sambil mendengarkan musik yang mengalun dari
cd-player. Matanya terpejam hingga tanpa terasa dia tertidur lagi.
Sekitar jam setengah empat, Ayu Ting Ting terbangun dari tidurnya
karena ada suara ketukan di pintu beserta suara Pak Gito memintanya
membuka pintu.
“Huh, tua bangka itu lagi, dasar ga tau diri” omelnya.
“Ngapain lagi sih Pak, jangan kelewatan dong !” katanya dengan judes
begitu nongol di depan pintu.
“Wes…wes…jangan marah-marah melulu dong Non, Bapak bukan mau
ganggu Non, itu ada orang dari pabrik dateng katanya mau ambil barang
titipan tuan !” kata Pak Gito kalem.
Ayu Ting Ting baru ingat memang sebelum pergi papanya pernah
menitipkan dokumen kerja dan sebuah CD yang dibungkus dalam amplop
besar berwarna coklat. Dia pun langsung menuju ke ruang kerja papanya
setelah sebelumnya menutup pintu kamar dengan setengah dibanting di
depan tukang kebunnya itu. Diambilnya amplop coklat yang dimaksud itu
dari lemari meja papanya dan dibawanya ke ruang tengah dimana orang
suruhan papanya itu menunggu. Di sofa ruang tengah telah menunggu
dua orang pria yaitu Pak Irfan, salah satu staff papanya, seorang yang
berpostur pendek berusia 40-an, dan satunya adalah sopir pabriknya
yang bernama Jabir, seorang pria berkumis tebal dan tubuhnya padat
berisi serta kulitnya hitam kasar karena sering terbiasa bekerja di bawah
sinar matahari.
“Sore Non Ayu Ting Ting” sapa Pak Irfan ramah, Jabir juga tersenyum
menyapanya.
“Sore Pak” Ayu Ting Ting balas menyapa dan tersenyum kecil “Ini Pak ,
titipan dari papa, bener kan?”
“Ah…iya Non bener ini, makasih yah !” kata Pak Irfan seraya menerima
amplop itu.
“Ada apa lagi Pak yang bisa saya bantu ?” tanya Ayu Ting Ting melihat
mereka yang belum beranjak pergi.
Kedua pria itu terdiam sejenak saling pandang satu sama lain, lalu Pak
Irfan berkata,
“Mmm…anu Non sekalian itu…THR nya ?”
“THR ? Kok mintanya ke saya, kan yang ngurus bagian pabrik ?” Ayu Ting
Ting agak heran.
“Itu Non, THR spesialnya…kan Pak Gito juga dikasih, masa kita nggak ?”
sambung Jabir si sopir pabrik.
Deg…Ayu Ting Ting terperanjat mendengar perkataan Jabir itu, apalagi
ekpresi mereka mulai berubah menyeringai mesum begitu melihat
reaksinya.
“Brengsek…tua bangka mulut ember, keterlaluan banget sih !” makinya
dalam hati.
“Nnngg….ma-maksudnya apa sih Pak ?” tanyanya gugup pura-pura tidak
tahu apa-apa.
“Alah Non pura-pura bego aja” kata Pak Irfan sambil menggeser
duduknya mendekati Ayu Ting Ting, “THR dari Non, ini loh” katanya
memegang paha gadis itu.
“Eeii…jangan kurang ajar yah !” bentak Ayu Ting Ting mendorong pria itu.
Tanpa diduga, Jabir telah berada di sebelahnya dan mendekap tubuhnya
setelah dia mendorong Pak Irfan.
“Apa-apaan nih, lepasin saya, tolong…tolong…!!” jeritnya sambil meronta.
“Hus jangan teriak Non, ntar semua orang tau mau taro dimana mukanya…
kan kasian juga bapak Non, di pabrik dibilang apa ntar kalau anaknya ada
main sama tukang kebun hehehe !” kata Pak Irfan sambil tertawa-tawa.
“Iya Non, lagian kan udah mau hari raya, boleh dong sekali-sekali
nyenengin kita-kita yang udah kerja buat keluarga Non” timpal Jabir
“Hehe…gimana Non, kata Nurdin dulu Non suka keroyokan makannya
Bapak ajak mereka ngerasain Non, dijamin Non puas deh” kata Pak Gito
yang sudah berdiri di belakang sofa.
Ayu Ting Ting sadar bahwa kini dirinya benar-benar terjebak, tidak ada
pilihan lain lagi selain menuruti kemauan bejat mereka. Dipandangnya
tiga wajah mesum yang mengelilinginya dengan kesal, terutama Pak
Irfan, bawahan papanya yang telah dikenalnya sejak masih kecil itu tega-
teganya berbuat demikian terhadapnya, ternyata dia tidak berbeda dengan
pria-pria lain yang pernah memperkosanya, bermoral bejat. Tangan pria
itu kini memegangi pergelangan kakinya dan tangan lainnya mengelusi
betis hingga pahanya yang ramping dan mulus itu sehingga darahnya
mulai berdesir. Demikian pula Pak Gito dan Si Jabir yang mendekapnya
juga mulai menggerayangi tubuh bagian atas payudaranya dari luar
sehingga membuatnya menggeliat-geliat. Jantungnya berdetak dengan
kencang, adakah yang lebih buruk daripada melayani ketiga binatang
berwajah manusia ini, demikian katanya dalam hati.
“Ga kerasa Non udah dewasa yah, udah tambah cantik, tambah nafsuin”
kata Pak Irfan sambil melepas celana pendek Ayu Ting Ting.
Jabir mengikuti tindakan Pak Irfan dengan melepas kaos gadis itu. Maka
kini tubuh Ayu Ting Ting yang putih mulus itu hanya tinggal memakai
bra berenda dan celana dalam yang keduanya berwarna putih, bulu
kemaluannya nampak terlihat melalui celana dalamnya yang semi
transparan. Mata ketiganya terbelakak melihat kemolekan tubuhnya,
nampak jakun mereka bergerak naik-turun dan pandangan mata mereka
demikian bernafsu seperti srigala lapar.
“Akhirnya bisa juga ngeliat bodynya Non Ayu Ting Ting, tiap kali saya
konak banget kalau liat Non pake baju seksi ke pabrik” kata Jabir.
“Misi yah Non, bapak mau nyusu dulu” Pak Gito yang sudah berpindah
tempat berjongkok di depan sofa meminta ijin seraya menyingkap cup bra
sebelah kanannya.
Tanpa ba-bi-bu lagi pria setengah baya itu langsung melumat payudara
kanannya.
“Sshhh !” desis Ayu Ting Ting merasakan payudaranya dikenyoti.
Terasa sekali lidah bagian atas pria itu menggesek-gesek putingnya
seperti mengamplas sehingga benda itu makin menegang tanpa bisa
tertahan. Jabir yang dibelakangnya juga merangsangnya dengan ciuman
dan jilatan pada leher dan telinganya, telapak tangannya yang besar itu
menyusup masuk ke cup bra kirinya menyentuh kulitnya yang halus,
segera jari-jarinya memilin-milin putingnya setelah menemukannya.
Sementara itu, Pak Irfan di bawah sana sedang memegangi kaki kanannya
agar tetap terbentang sambil tangan satunya memainkan jari-jarinya
mengosok-gosok kemaluannya dari luar celana dalam.
Senyum pria itu makin lebar seiring dengan bercak cairan pada celana
dalamnya yang makin lebar.
“Enak kan Non, sampe banjir gini” kata Pak Irfan yang semakin gencar
menggerayangi selangkangannya.
Diserbu dari berbagai arah pada bagian sensitifnya seperti itu membuat
birahi Ayu Ting Ting mau tidak mau menggeliat bangkit. Dia pasrah saja
membiarkan ketiga pria itu menjarah tubuhnya. Jabir melumat bibir gadis
itu ketika kepalanya mendongak karena terangsang. Mata Ayu Ting Ting
membelakak ketika pertama kali bibir tebal pria itu menempel ke bibirnya
namun beberapa detik saja matanya kembali terpejam menikmati
percumbuan. Kumis tebal Jabir bergesekan dengan daerah sekitar mulut
Ayu Ting Ting, namun dia mengabaikannya dan terus menyambut ciuman
si sopir pabrik itu, nampak lidah keduanya saling beradu dan saling jilat.
Sambil bercumbu, tangan pria itu terus saja meremas-remas payudara
kirinya. Pak Gito yang berjongok di sebelahnya bukan saja melumat
payudaranya, mulutnya terkadang menelusuri bagian tubuh yang lain
yang masih lowong meninggalkan jejak air liur, tangannya pun turut
menjamah-jamah disana-sini. Pak Irfan mendekatkan wajahnya pada
selangkangan Ayu Ting Ting lalu menjulurkan lidah menjilati bagian
celana dalam yang basah itu sehingga tubuh gadis itu menggeliat.
Sungguh ketiga pria ini pikirannya telah buta oleh hawa nafsu. Tuhan
diatas sana pasti telah menghapus semua ibadah puasa mereka yang
telah dijalankan selama sebulan dan hampir mencapai tahap akhir itu.
Pak Irfan menarik lepas celana dalam Ayu Ting Ting yang bagian
tengahnya sudah basah. Matanya langsung nanar melihat kemaluannya
yang berbulu lebat dan sudah becek itu. Sebelum melanjutkan mereka
membaringkan tubuh gadis itu di atas meja ruang tamu dari bahan kayu
berukir dekat mereka. Pak Gito menyingkirkan barang-barang diatasnya,
Jabir melucuti branya sehingga kini tubuh Ayu Ting Ting yang sudah
telanjang bulat itu ditelentangkan di atas meja dengan kedua kaki
menjuntai ke bawah. Ketiganya menatapi tubuh telanjang itu dengan
pandangan penuh birahi. Pak Irfan nampaknya tidak sabar lagi untuk
segera menikmati, dia segera berlutut di antara paha Ayu Ting Ting dan
menaikkan kedua pahanya ke bahu lalu membenamkan wajahnya di
selangkangan gadis itu.
“Oohhh…!!” desah Ayu Ting Ting sambil menggeliat ketika lidah pria itu
menyentuh bibir vaginanya dan menyeruak masuk seperti ular.
Lidah itu menari-nari dan menjilati vaginanya, dia merasakan suatu
perasaan yang sulit dilukiskan saat lidah pria itu menyentuh klitorisnya
sehingga dia hanya bisa mendesah lebih panjang dan tubuhnya
menggelinjang. Pak Gito dan Jabir masing-masing berdiri di kanan dan
kiri kepalanya, mereka membuka celananya masing-masing. Betapa
terpananya Ayu Ting Ting melihat penis Jabir yang demikian besar dan
berurat itu, ada mungkin ukurannya 20 cm. Dia merasakan penis itu
bergetar di tangannya ketika digenggam.
“Sepong Non, Pak Gito bilang Non nyepongnya enak !” perintah Jabir.
Walau kata-kata tidak senonoh itu terasa panas di kupingnya, namun
dimasukkan juga benda itu ke mulutnya. Dia membuka mulut selebar-
lebarnya untuk memasukkannya.
Ayu Ting Ting mengoral penis Jabir sambil tangan satunya mengocoki
penis Pak Gito. Kedua pria itu melenguh sambil merem-merem menikmati
‘adik’nya dilayani oleh gadis itu. Rangsangan-rangsangan akibat jilatan
Pak Irfan pada vaginanya menyebabkan libidonya meninggi sehingga
semakin baik pula pelayanannya pada dua penis itu. Tak lama kemudian
Pak Irfan merasa puas menjilati vagina Ayu Ting Ting.Ketika dia bersiap
hendak menyetubuhi putri atasannya itu, tiba-tiba si Jabir menyela,
“Eh…tunggu-tunggu, jangan disodok dulu, gua mau nyicipin bentar
mem*knya, pengen tau rasanya mem*k cewek cantik !”
“Sabar dong, semua dapet giliran kok, gua udah ga tahan nih !” kata Pak
Irfan.
“Ayolah bentar aja, ntar kalau lu tusuk keburu bau kont*l, gua jadi ga
selera” pinta Jabir sekali lagi.
Mereka bertiga tertawa-tawa mendengarnya, akhirnya Pak Irfan mengalah
sedikit dan membiarkan Jabir menjilati vagina Ayu Ting Ting.
“Ya udah, sana nyepong, jangan lama-lama, abis ini gua nusuk duluan
yah !” kata Pak Irfan sambil membuka celananya dan berdiri di sebelah
Ayu Ting Ting.
Maka mulailah si kumis itu menjilati vaginanya, bukan hanya lidahnya
yang bermain, jarinya pun turut menusuk-nusuk sehingga tubuh Ayu
Ting Ting dibuatnya makin menggelinjang. Di saat yang sama Ayu Ting
Ting kini melayani penis Pak Irfan dan Pak Gito, tukang kebunnya.
Kedua tangan Ayu Ting Ting menggenggam penis itu, mengocok dan
mengoralnya secara bergantian. Karena keenakan, Pak Irfan memegangi
kepala Ayu Ting Ting ketika diemut penisnya, tidak rela kehilangan
kuluman nikmat itu.
“Hehehe…bener kan kata saya, situ sampe ketagihan sepongan si Non ?”
kata Pak Gito terkekeh melihat tingkah Pak Irfan.
“Iya toh…enak tenan bener sepongan Non…emmm…hati-hati Non, jangan
kena gigi !” ucap Pak Irfan sambil merem-melek keenakan.
Dengan birahinya yang semakin naik, Ayu Ting Ting pun mulai menikmati
diperlakukan demikian, tidak nampak dirinya meronta seperti orang
diperkosa ataupun menangis seperti dulu waktu pertama kali di kampus
dulu, baginya yang seperti ini sudah biasa. Tiba-tiba tubuh Ayu Ting
Ting menggelinjang, dari mulutnya yang dijejali penis Pak Irfan terdengar
erangan tertahan. Rupanya dia telah mencapai orgasme akibat jilatan dan
permainan jari Jabir pada vaginanya. Nampaknya Pak Irfan cukup
pengertian dengan kondisinya dia melepaskan sejenak penisnya dari
mulut gadis itu. Ketiga pria itu kelihatan senang melihat reaksinya saat
mencapai orgasme itu. Si Jabir dengan rakusnya melahap cairan orgasme
yang membanjir dari vagina gadis itu.
“Ssrrpp…slurp….wuih, uenak banget pejunya si Non ini slluurpp !”
komentarnya sambil mengisapi vagina Ayu Ting Ting.
Kedua paha mulus Ayu Ting Ting mengapit wajah pria itu karena
tubuhnya yang menegang dan merasa geli karena oral seks si kumis itu.
Setelah beberapa saat akhirnya gelombang orgasme itu reda, namun Jabir
masih terus mengisapi vaginanya hingga cairan orgasmenya habis
dilahap.
Ayu Ting Ting terbaring bugil di meja itu dengan nafas terputus-putus
setelah mencapai klimaks barusan. Kedua buah dadanya nampak naik-
turun seirama nafasnya. Matanya melihat sekelilingnya dimana ketiga
lelaki itu manatapnya dengan mata nanar. Mereka membuka pakaiannya
masing-masing hingga bugil. Dia melihat tubuh si Jabir begitu padat dan
berotot dan dadanya ditumbuhi sedikit bulu.
“Gila…mampus dah gua !” keluhnya dalam hati membayangkan dirinya
akan habis ‘dibantai’ ketiga orang itu.
Sesuai perjanjian, Pak Irfan menagih giliran pertamanya untuk
menyetubuhi Ayu Ting Ting. Dia langsung mengambil posisi diantara
kedua paha gadis itu dan mengarahkan penisnya.
“Uhhh…nikmat, seret, becek banget !” erangnya sambil menekan pelan-
pelan penisnya memasuki liang senggama gadis itu.
Dengan cairan orgasme yang berfungsi sebagai pelumas, penis Pak Irfan
melesak masuk dengan lancar, ukurannya juga termasuk sedang
sehingga tidak terlalu sulit dalam melakukan penetrasi.
“Enak Pak ?” tanya Jabir setelah atasannya itu berhasil menancapkan
seluruh penisnya pada vagina nona majikan mereka.
“Yo jelas toh, mana Non nya ayu gini lagi, uuhh bini gua aja kalah dah !”
komentarnya.
“Dasar bajingan, istri sendiri diomongin gitu” omel Ayu Ting Ting dalam
hati.
Tak lama kemudian Pak Irfan mulai menggoyangkan pinggulnya
memompa gadis itu.
“Oohhh…oohh !” desah Ayu Ting Ting merasakan sodokan pria itu.
Jabir kini berjongkok di sebelahnya, lidahnya menjilati payudaranya dan
tangannya bergerilya menjamah-jamah bagian tubuh lainnya. Sementara
itu Pak Gito mendekatkan penisnya ke wajahnya. Tahu apa yang harus
dilakukan, Ayu Ting Ting meraih batang itu dan menjilatinya.
“Uuuhh…enak…enak…seret banget !” ceracau Pak Irfan sambil menggenjot
Ayu Ting Ting.
Pria itu memaju-mundurkan pinggulnya sambil tangannya memegangi
pergelangan kaki gadis itu. Suara cek…cek…cek…terdengar dari
selangakangan mereka yang saling bertumbukkan. Ayu Ting Ting sendiri
sedang terlarut menikmati penis Pak Gito, penis itu dia jilati, sesekali
digosokkan ke wajahnya yang mulus, buah zakarnya dia pijati sehingga
pria setengah baya itu mengerang keenakan. , kalau saja jantungnya tidak
kuat mungkin saat itu dia sudah kena serangan jantung saking berdebar-
debarnya. Si Jabir juga masih asyik bermain dengan payudara Ayu Ting
Ting, wangi tubuh gadis itu membuatnya semakin bernafsu menjilatinya,
air liur dan bekas cupangan memerah pun menghiasi kulitnya yang putih,
terutama di daerah payudara. Kumis si Jabir yang tebal itu terasa sangat
menggelitik tubuhnya dan memberinya sensasi plus di samping
cupangan-cupangannya. Sungguh nampak kontras sekali adegan seks di
ruang tengah itu, seorang gadis berparas cantik, berkulit putih mulus
sedang digauli tiga orang pria bertampang minus berkulit gelap kasar,
juga berbeda status dan rasnya. Ayu Ting Ting pun tidak bisa memungkiri
bahwa seks liar seperti ini memberinya kepuasan lebih daripada
melakukannya dengan pacarnya.
“Uuhh…uhh…mau keluar Non…bapak buang di dalem ya !!” erang Pak Irfan
sambil mempercepat sodokannya karena sudah mau mencapai puncak.
Ayu Ting Ting tidak peduli lagi apapun yang dikatakan padanya, dia
sedang mengulum penis Pak Gito ketika itu. Lagipula kalaupun ia
menolak buang di dalam apakah Pak Irfan mendengarkannya. Pak Irfan
memutar-mutar penisnya dalam vagina Ayu Ting Ting seperti gerakan
mengaduk adonan., lalu dia menekannya dalam-dalam. Ayu Ting Ting
merasakan cairan hangat menyemprot di dalam vaginanya, banyak sekali
sampai cairan itu meluber keluar dan semakin membasahi
selangakangannya. Genjotan Pak Irfan makin melemah hingga akhirnya
berhenti dan penisnya terlepas dari vaginanya.
“Wuihh…puas banget main sama si Non ini !” katanya dengan nafas ngos-
ngosan.
“Payah, cuma segitu aja” kata Ayu Ting Ting dalam hati karena masih
belum puas, “Oh my God, apa yang gua pikir barusan ?” ia baru
menyadari pikiran tadi terlintas begitu saja di benaknya akibat birahi
yang semakin naik sehingga akal sehatnya semakin hilang.
“Gua…gua sekarang !” sahut Jabir yang sudah tak sabar menikmati
kehangatan tubuh Ayu Ting Ting, “tapi jangan disini dong, tempatnya
sempit, kita bawa ke kamarnya aja gimana, boleh yah Non, main di kamar
Non aja, OK ?”
Ayu Ting Ting hanya mengangguk lemah saja sebagai jawabannya. Maka
mereka pun segera membawanya ke kamarnya. Jabir menggendong tubuh
telanjang Ayu Ting Ting dengan kedua lengan kekarnya sambil berjalan
mengikuti Pak Gito yang menuntun mereka ke kamar gadis itu.
“Wah asyik yah kamarnya enak, ber-AC lagi !” komentar Pak Irfan begitu
memasukinya.
“Main sama cewek cakep emang enaknya di tempat yang enak gini”
timpal Jabir sambil menurunkan Ayu Ting Ting di ranjanganya.
Jabir langsung menyuruhnya nungging karena dia ingin melakukannya
dengan gaya doggie. Ayu Ting Ting yang masih belum puas dan masih
ingin disetubuhi menurut tanpa diperintah dua kali.
“Eenggh !” desahnya saat Jabir memenekankan kepala penisnya pada
vaginanya, “jangan kasar-kasar dong Bang, sakit !”
“Sori Non, abis nafsu sih hehehe !” tawanya, sepertinya dia cukup
menurut sehingga memperlembut proses penetrasi itu.
Ayu Ting Ting mengerang dengan wajah meringis dan sesekali menggigit
bibir karena penis Jabir yang besar dan berurat itu terasa sesak di
vaginanya. Tangannya terkepal erat sambil meremasi sprei di bawahnya.
Sedikit demi sedikit akhirnya penis hitam besar itu masuk juga
seluruhnya ke dalam liang vagina Ayu Ting Ting.
“Wuih, sempit banget nih mem*k Non, baru pernah loh saya ngerasain
yang gini !” komentar si kumis itu setelah berhasil menancapkan
penisnya.
Beberapa saat kemudian mulailah dia menggerakkan pinggulnya
menggenjot gadis itu.
“Aahh…ahhh…iyahh…aahh…enak !” Ayu Ting Ting mendesah dan tanpa
sadar kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutnya.
Jabir yang mengetahui Ayu Ting Ting sudah terangsang berat itu semakin
bernafsu, frekuensi genjotannya semakin kencang, tangannya juga
meremasi pantat dan payudara gadis itu.
“Ternyata Non ini bener-bener lonte yah, awalnya nolak sekarang malah
keenakan hehehe !” ejek Pak Gito sambil meremas sebuah payudaranya.
Ayu Ting Ting tidak menghiraukan hinaan itu karena bukan hal baru
baginya, malah kata-kata merendahkan itu membuatnya makin bergairah.
Dia turut memacu tubuhnya bersama Jabir, seolah ingin penis itu
menusuk lebih dalam lagi. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain
saat melihat bingkai foto di bufet sebelah ranjangnya yang berisi foto
studionya bersama Frans, pacarnya. Dalam foto itu keduanya tampak
serasi dan mesra sekali, karena itulah ia tidak sanggup menatapinya
lama-lama karena keadaannya sekarang sangat bertentangan dari di foto
itu, ia malah menikmati hubungan terlarang dengan orang-orang yang
tidak seharusnya seperti ini, sungguh suatu dilema baginya, dia masih
mencintai Frans, namun dia juga telah terperangkap dan diperbudak oleh
hasrat liarnya yang semakin tak terkendali sejak hasrat itu dilepaskan
keluar oleh Imron. Pak Gito kini mengangkat tubuh Ayu Ting Ting hingga
posisinya kini berlutut sambil tetap disetubuhi Jabir dari belakang, ia
memeluk tubuh kerempeng tukang kebunnya itu sebagai tempat
bertumpu. Erangannya teredam setelah pria itu melumat bibirnya, dia
menciuminya dengan ganas sambil menggerayangi payudaranya. Pak Irfan
lalu bergabung dengan mereka, ia memegang payudara Ayu Ting Ting
yang satunya dan menciuminya, tangannya menggerayangi bagian tubuh
sensitif lainnya. Setelah Pak Gito melepaskan ciumannya, ia masih harus
beradu lidah dengan Pak Irfan yang menggantikannya.
“Oohh…gila, ini sinting…tapi…tapi nikmat sekali !” Ayu Ting Ting
mengalami pergumulan hebat dalam hatinya.
Sekitar setengah jam kemudian, Ayu Ting Ting mendesah makin keras,
dia merasa tubuhnya mengejang hebat dan dari vaginanya ingin
mengeluarkan sesuatu yang makin tak tertahankan.
“Aakkhh….aahhh…oohhh !” Ayu Ting Ting mendesah panjang sekali, ia
mengalami orgasme panjang yang membawanya pada puncak kenikmatan
tertinggi.
Dia memeluk erat-erat tubuh Pak Irfan yang saat itu sedang menjilati
lehernya. Punggung pria itu sempat tergores sedikit oleh kukunya.
Setelah orgasmenya reda, mereka membaringkan tubuhnya di ranjang,
keringat sudah nampak membasahi tubuhnya. Jabir yang baru melepas
penisnya buru-buru menaiki wajah Ayu Ting Ting, tangannya menarik
kepala gadis itu sementara tangan lainnya memegang penisnya.
“Buka mulut Non, saya mau keluar di mulut Non !” suruhnya terbata-bata.
Jabir tidak bisa menahan spermanya lebih lama lagi, baru saja Ayu Ting
Ting membuka mulut dan kepala penisnya menyentuh bibir gadis itu, dia
sudah ejakulasi. Cairan spermanya yang kental itu sebagian masuk ke
mulut Ayu Ting Ting dan sebagian berceceran membasahi mulut gadis
itu. Jabir menjejali benda itu ke mulut Ayu Ting Ting tak peduli walau dia
kelabakan menerima penisnya yang besar dan memuncratkan sperma
dengan deras. Ayu Ting Ting meronta karena merasa tersiksa, namun
tangan Jabir terlalu kokoh menahan kepalanya. Terpaksa dia harus
berusaha menelan sperma yang menyemprot di dalam mulutnya sampai
semprotannya berhenti dan batang itu menyusut dalam mulutnya.
Ayu Ting Ting merasa lelah sekali tubuhnya basah oleh keringat dan sisa
air liur, cipratan sperma nampak pada hidung, dagu, dan terutama daerah
mulutnya. Jabir mencolek cipratan spermanya pada hidung Ayu Ting Ting
lalu di tempelkan ke bibirnya.
“Nih Non, sayang kalau mubazir, Non kan demen negak peju” katanya
disambut tawa kedua pria lainnya.
Ayu Ting Ting pasrah saja membuka sedikit mulutnya membiarkan jari itu
masuk lalu diemutnya pelan. Ketiga pria itu cengengesan memandangi
dirinya yang telah terkulai lemas, komentar-komentar jorok keluar dari
mulut mereka.
“Sudah demikian hinakah gua ?” Ayu Ting Ting bertanya pada dirinya
sendiri dalam hati, dalam rasa terhina itu dia juga menikmati menjadi
budak seks, sungguh dilema yang rumit.
Pak Gito memberinya tisu dan air minum untuk menyegarkan diri, setelah
mengelap cipratan sperma di wajahnya, dia langsung menyambar gelas
itu dan meminum isinya hingga habis.
“Bisa kita mulai lagi Non ?” tanya Pak Gito.
“Jangan terlalu kasar dong, saya udah capek” jawabnya lemas.
“Ngga, kali ini santai aja, ayo dong Non…naik sini !” perintah Pak Gito
yang berbaring telentang sambil menunjuk pada penisnya.
Ayu Ting Ting pun naik ke tubuh tukang kebunnya itu. Penis yang
mengacung itu digenggamnya dan diarahkan ke vaginanya. Kemudian ia
menurunkan tubuhnya perlahan-lahan.
“Ahhh….!” desahnya merasakan penis itu mengisi vaginanya.
Sebentar saja Ayu Ting Ting sudah menaik turunkan tubuhnya, kedua
telapak tangannya saling genggam dengan Pak Gito. Pak Irfan berdiri di
ranjang dan mendekatkan penisnya ke wajah gadis itu. Tahu apa yang
akan diminta pria itu, sebelum disuruh Ayu Ting Ting sudah
menggenggam batang itu dan membuka mulut. Dia mengoral penis itu
sambil memacu tubuhnya. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang itu
membuat Jabir merasa gemas sehingga dia mendekatinya dan mencaplok
yang sebelah kanan.
“Sakit Bang, jangan gigitnya jangan keras gitu dong !” rintihnya karena
merasa nyeri putingnya digigit dengan keras oleh pria itu.
“Jangan nafsu gitu oi, ntar salah-salah kontol gua kegigit gimana ?” kata
Pak Irfan.
“Huehehe…sori abis bikin gemes sih, iya ane pelanin deh nih !” lalu dia
menyapukan lidahnya pada puting itu.
Sapuan lidah itu membuatnya merasa lebih nyaman dan memberinya
rangsangan setelah rasa nyeri barusan. Pak Gito pun menjulurkan
tangannya meremasi payudara gadis itu yang sebelahnya, putingnya dia
pilin-pilin sehingga makin mengeras.
Setelah merasa cukup dioral oleh Ayu Ting Ting, Pak Irfan siap
menyetubuhinya kembali. Dia menuju ke belakang dan membuka pantat
gadis itu.
“Bapak cobain disini yah Non, pasti lebih seret !” pintanya.
“Tapi jangan kasar-kasar Pak” kata gadis itu.
Setidaknya Ayu Ting Ting merasa bersyukur karena yang meminta anal
seks Pak Irfan yang ukuran penisnya sedang-sedang saja, kalau Jabir
yang minta pasti sakitnya akan terasa selama beberapa hari. Setelah
meludahi duburnya Pak Irfan memulai proses penetrasinya.
“Sempit toh Pak ?” sahut Pak Gito dari bawah tubuh Ayu Ting Ting
melihat Ayu Ting Ting dan pria itu merintih-rintih.
“Iya nih…uh sempit banget !” jawab Pak Irfan sambil terus menekan-
nekankan penisnya.
Semenit kemudian akhirnya Pak Irfan berhasil memasukkan penisnya ke
dubur Ayu Ting Ting, dia mendiamkannya untuk beradaptasi dengan
jepitannya yang keras. Pak Gito menarik wajah gadis itu mendekati
wajahnya untuk berciuman. Di tengah percumbuannyadengan Pak Gito,
Ayu Ting Ting merasakan penis di duburnya mulai bergerak, Pak Gito pun
mulai menggerakkan pinggulnya lagi menusuk-nusuk vaginanya.
Posisinya kini sedang disandwitch oleh kedua tukang kebunnya dan
bawahan papanya. Perbedaan warna kulit yang mencolok membuatnya
terlihat seperti daging bersih dijepit dengan dua roti hangus.
Selain melakukan double penetration, tugas Ayu Ting Ting bertambah
ketika Jabir menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya. Posisi serangan
tiga arah itu bertahan sekitar sepuluh menit sebelum Pak Gito dan Pak
Irfan melepaskan penisnya karena akan orgasme. Mereka menelentangkan
tubuhnya, dan berejakulasi di atasnya. Pak Irfan menumpahkan
spermanya di perut dan dadanya, sedangkan Pak Gito di mulut. Jabir
yang masih belum puas berlutut diantara kedua paha Ayu Ting Ting dan
menyutubuhinya sampai sepuluh menit berikutnya. Keduanya mencapai
orgasme secara berbarengan sperma Jabir muncrat di dalam vaginanya
dan Ayu Ting Ting sendiri menggelinjang hebat. Dia harus mengakui
bahwa Jabir benar-benar perkasa dibandingkan dengan Pak Irfan atau
Pak Gito, bahkan dengan Frans, pacarnya, mungkin keperkasaannya bisa
disejajarkan dengan Imron, si penjaga kampus itu. Kamar itu hening
selama beberapa menit, yang terdengar hanya dengusan nafas kelelahan.
Langit di luar sudah menguning, jam telah menunjukkan pukul 5.40. Pak
Irfan akhirnya turun dari ranjang dan masuk ke toilet di kamar itu.
“Cabut yuk, udah sore lagi nih !” katanya pada Jabir yang lalu
menggerakkan tubuhnya untuk bangkit.
“Udah ya Non, kita pulang dulu, makasih banget THRnya, lain kali lagi
yah hehehe…!” pamitnya sambil meremas payudara Ayu Ting Ting.
“Go to hell lah…THR…THR !” omel Ayu Ting Ting dalam hati.
Setelah mereka berpakaian Pak Gito mengantarkan mereka keluar rumah
dan membukakan pagar.
Setelah itu Pak Gito masih terus mengerjai Ayu Ting Ting mulai dari
mandi bareng hingga malamnya minta tidur bareng di kamarnya. Ayu Ting
Ting tidak punya pilihan lain selain mengiyakannya. Hari-hari berikutnya
pun setiap kali ada kesempatan Pak Gito selalu meminta jatah darinya.
Ayu Ting Ting sendiri walaupun merasa benci dan kesal juga diam-diam
menikmatinya. Hal itu tidak berlangsung terlalu lama karena dua
mingguan setelah kejadian itu, Pak Gito terjatuh dari bangku tinggi ketika
sedang mengairi tanaman di pot gantung. Kepala belakangnya membentur
lantai cukup keras dan berdarah sehingga harus dirawat di rumah sakit.
Hari ketiga di rumah sakit Ayu Ting Ting sengaja datang membesuknya.
Suasana kamar tempatnya dirawat tidak ada siapa-siapa ketika itu, Ayu
Ting Ting masuk dan mengunci pintu. Ia menatap tajam dengan
pandangan penuh dendam pada pria yang pernah melecehkan dan
merendahkannya itu yang kini tergolek tak berdaya di ranjang pesakitan.
Perlahan si sakit membuka matannya dan dia mengembangkan senyum
melihat siapa yang di sebelahnya.
“He…he…Bapak tau Bapak gak bakal hidup lebih lama lagi, tapi Bapak
puas…soalnya udah ngerasain kehangatan dari Non” katanya terputus-
putus.
Ayu Ting Ting tetap diam tak bersuara apapun sejak tadi, lalu dia
menundukkan badan dan mendekatkan wajahnya ke wajah keriput pria
itu. Bibir mereka bertemu, membuka dan beradu lidah seperti hari itu.
Namun tiba-tiba Ayu Ting Ting menarik wajahnya dengan cepat. Pak Gito
merasakan bantal di bawah kepalanya ditarik dan tak sampai sedetik
benda itu sudah berpindah menutupi wajahnya. Ayu Ting Ting menekan
bantal itu keras-keras membekap wajah pria itu. Tubuh tua itu meronta
tapi tak lama sebelum akhirnya diam tak bergerak. Setelahnya barulah
Ayu Ting Ting melepaskan bantal itu, mata pria membuka dengan tatapan
kosong, nafasnya sudah tak terdengar lagi. Ayu Ting Ting menaruh
kembali bantal itu dibawah kepalanya.
“Salam buat iblis di neraka” katanya sambil menutup mata pria itu.
Setelah menyisir rambutnya, iapun keluar dari kamar itu dengan hati puas
telah membalaskan dendamnya. Keluarga Pak Gito di kampung menerima
santunan dari keluarga Ayu Ting Ting dan mereka menerima dengan
ikhlas kematiannya yang mereka anggap sebagai kecelakaan kerja itu

Minggu, 17 Agustus 2014

SEMALAM DI RUANG KOMPUTER






Hampir tidak percaya bahwa hari telah larut malam. Aku masih berada di ruang komputer kampus sendirian. Pegal rasanya seharian menulis tugas yang harus diserahkan besok pagi. Untunglah akhirnya selesai juga. Sambil melepas lelah iseng-iseng aku buka internet dan masuk ke situs-situs porno. Aku membuka gambar-gambar orang bersenggama lewat anus. Mula-mula terasa aneh, tapi makin lama aku merasakan fantasi lain. Aku merasakan erangan perempuan yang kesakitan karena lubang duburnya yang sempit ditembus dengan kemaluan yang mengeras. Ah.. khayalanku semakin jauh.

Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara pintu ruangan membuka dan menutup. Hii.. aku lihat sudah jam 22:30, malam-malam begini pikiranku jadi membayangkan hal-hal menakutkan. Tapi kemudian aku dikagetkan lagi ketika melihat seorang perempuan membawa map berisi beberapa lembar kertas dan dua buah buku tipis masuk kemudian menaruhnya di sebelah komputer, lalu menyalakan komputer dan mengetik. Komputernya terhalang tiga meja komputer di sebelahku. Aku jadi lega, sekarang ada teman, walaupun dia tidak memperhatikan aku sama sekali. Aku perhatikan dari samping, wajahnya manis dengan hidung yang kecil dan mancung. Kulitnya tidak terlalu putih, tapi mulus dengan jaket jeans lengan pendek yang dikenakannya, dia tampak cantik.

Tapi, akh peduli amat. Aku melanjutkan buka-buka situs tadi, anganku semakin menerawang, kemaluanku agak menegang. Dan akhirnya aku melirik pada perempuan di ruangan itu, dan langsung aku melirik pantatnya. Besar! pikirku. Tiba-tiba saja aku membayang kalau kemaluanku merobek-robek pantatnya yang menggiurkan itu. Aku jadi deg-degan, semakin dibayangkan semakin menjadi-jadi kemaluanku menegang. Sampai akhirnya aku nekat mendekati dia. Aku mencoba menenangkan diriku agar tampak normal.

"Ma'af.. sedang mengerjakan tugas?" suaraku sedikit bergetar.
Dia melirikku sebentar lalu matanya tertuju lagi ke layar komputer, sambil menjawab,
"Iya.. Mas.. aku kelupaan menuliskan beberapa judul buku dalam daftar kepustakaan, cuma dikit kok."
"Rumahnya deket sini?"
"Iya di asrama, dan saya biasa kerja malam-malam begini," jawabnya.
"Nah.. selesai deh," dia membereskan kertas-kertas, lalu terdengar suara mesin printer bekerja.
Dia mengambil hasilnya dan kelihatan puas.
"Bisa pulang sama-sama?" aku bertanya sambil mataku sebentar-sebentar mencuri pandang ke arah pantatnya yang kelihatan besar membayang dibalik celana trainning kain parasitnya. Aduh, dadaku mendesir.
"Sebentar aku tutup dulu komputerku ya.."

Aku bergegas pergi ke komputerku.
"Mas sedang ngerjakan apaan?"
Aku kaget tidak menyangka kalau dia mengikuti aku.
"Ah.. ini.. iseng-iseng aja buka-buka internet, capek sih ngetik serius terus dari tadi."
"Eh.. gambar-gambar gituan yaa? Hi ih!" dia mengangkat bahunya, tapi mulutnya tersenyum.
"Ah.. iseng-iseng aja.. Mau ikutan liat-liat?" tiba-tiba keberanianku muncul. Dan di luar dugaan dia tidak menolak.
"Tapi bentar aja yaa.. entar keburu malam!" dia langsung duduk di kursi sebelahku.
Makin lama kami makin asyik buka-buka gambar porno, sampai akhirnya,
"Aku mau pulang deh Mas. Udah malem.. Aku bisa pulang sedirian.. deket kok."
Dia siap berdiri. Tapi dengan reflek tanganku cepat memegang pergelangannya. Dia terkejut. Aku sudah tidak memperdulikan apa-apa lagi, kecuali mempraktekkan gambar-gambar yang dilihat tadi. Kemaluanku sudah menegang.

Tanpa basa basi aku langsung menduduki pahanya dan langsung melumat bibirnya. "Umh.. mh.." dia berusaha meronta dan menarik kepalanya ke belakang, tapi tangan kiriku cepat menahan belakang kepalanya, sementara tangan kananku sudah memegang buah dadanya, memutar-mutar, dan meremas-remas putingnya. Gerakan perempuan itu makin lama makin lemah, akhirnya aku berani melepaskan ciumanku, dan beralih menciumi bagian-bagian tubuh lain, leher, belakang telinga, kembali ke leher, lalu turun ke bagian belahan buah dadanya. Aku melihat dia juga menikmatinya. Matanya mulai sayu, bibirnya terbuka merekah.

"Namamu siapa?" aku tampaknya agak bisa mengendalikan keadaan. Dia tidak menjawab. Hanya matanya yang sayu itu memandang kepadaku. Aku tidak mengerti maksudnya. Tapi ah tidak perduli aku mengangkat berdiri tubuhnya, lalu aku duduk di kursi, kutarik badannya dan dia duduk di pangkuanku. "Ehh.. hh.." dia berdesah ketika kepalaku menyeruduk buah dada yang masih terhalang T-shirt merah muda di balik jaket jeans yang terbuka kancingnya. Tanganku segera menaikkan kaosnya, sehingga tampak bagian bawah dadanya yang masih berada di balik BH. Kunaikkan BH-nya tanpa melepas, dan kembali mulutku beraksi pada putingnya, sementara tanganku meremas-remas pantatnya dan pahanya.

"Oohh.. Mas.. Mas.. Aoohh.." aku semakin menggila mendengar desahnya. Lalu aku ingin melaksanakan niatku untuk menembuskan batang kemaluanku ke pantatnya. Kubalikkan badannya sehingga dia membelakangiku. Aku pun berdiri dan menurunkan celana trainingnya dengan mudah. Dengan tidak sabar celana dalamnya pun segera kuturunkan. Aku duduk dan kutarik badannya sehingga pantatnya menduduki kemaluanku. "Aghh.. Uhh" aku terkejut karena kemaluanku yang sedang menegang itu rasanya mau patah diduduki pantatnya. Tapi nafsuku menghilangkan rasa sakit itu. Aku genggam kemaluanku dan kutempelkan ke lubang duburnya, lalu kutekan. "Aaah.." dia menjerit, tubuhnya mengejang ke belakang. Tapi kemaluanku tidak bisa masuk. Terlalu sempit lubangnya. Keberingasanku makin menjadi. Aku dorong tubuhnya sehingga posisi badannya membungkuk pada meja komputer. Pantatnya kelihatan jelas, bulat. Pelukanku dari belakang tubuhnya membuat dia tertindih di meja. Kutempelkan kemaluanku pada lubang pantatnya. Sementara tangan kiriku meremas buah dada kirinya. Mulutku pun tidak henti-hentinya menggerayangi bagian belakang leher dan punggungnya. Dengan sekali hentak paksa, kudorong masuk kemaluanku. "Aih.. ah uh aoowww.." aku pun mersa sedikit kesakitan, tapi kenikmatan yang tiada taranya kurasakan. "Jangan.. aduh aahh sakiit, tidak deh.. ahh.." Aku semakin bernafsu mendengar rintihannya. Sambil memeluk buah dadanya., kutarik dia berdiri. Lalu aku pun menggerakan kemaluanku maju mundur, mulutku menciumi pipinya dari samping belakang, sementara tanganku meremas buah dadanya, seolah-olah ingin menghancur lumatkan tubuh perempuan yang sintal itu.

Perempuan itu tidak henti-hentinya merintih, terutama ketika kemaluanku kudorong masuk. Beberapa tetes air mata menggelinding di pipinya. Mungkin kesakitan, aku tidak tahu. Tapi apa daya aku pun sudah tidak kuat menahan keluar air maniku lagi dan tubuhku mengejang, perempuan itupun mengejang dan merintih, karena tanganku dengan sangat keras meremas buah dadanya. Badannya ikut tertarik ke belakang, dan mulutku tanpa terasa menggigit lehernya. "Ouhh.. hh.." kenikmatan luar biasa ketika kemaluanku menyemburkan air maniku ke pantatnya. Hangat sekali. Aku terduduk dia pun terduduk di atas kemaluanku yang masih menancap di pantatnya. Kepalaku terkulai di punggungnya. Perempuan itu memandang ke arah layar komputer dengan pandangan kosong. Sementara tetes air matanya masih terus membasahi pipinya.

"Ma'afkan aku.. Aku tidak kuat nahan diri," aku mencoba menghiburnya. Tapi dia tidak menjawab.
"Siapa namamu?" tanyaku dengan lembut. Kembali dia membisu.
"Aku mau pulang.. kamu tidak perlu nganter aku.. biar orang-orang tidak tanya macem-macem," katanya dengan suara perlahan.
"Aku sebenarnya tau siapa kamu.. Mas," dia berbicara tanpa menoleh ke arahku.
"Ha.. aku.." aku tekejut.
"Ya.. karena aku temen baru pacarmu, Yuni, aku pernah liat foto-fotomu di tempat dia."
Kali ini dia menatapku dengan tajam.
"Tapi.. aku sama sekali tidak nyangka kelakuanmu seperti ini," selesai dia menaikkan celana dan membetulkan BH dan T-shirtnya.
"Tapi tidak usah khawatir aku tidak bakalan cerita kejadian ini, aku takut ini akan melukai hatinya. Dia setia sama kamu," lanjutnya.
"Kamu tidak.. kasian ama dia?"
Aku terdiam, termangu, bahkan tidak menyadari kalau dia sudah berlalu.

Akhir-akhir ini aku tahu nama gadis itu Rani, memang dia teman pacarku, Yuni. Aku menyesali perbuatanku. Rani tetap baik pada kami berdua. Kami bahkan menjadi kawan akrab. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Entah sampai kapan dia akan menyimpan rahasia ini. Aku kadang-kadang khawatir, kadang-kadang juga memandang iba pada Rani. Oh, aku telah menghancurkan gadis yang tulus.

TAMAT

BULAN MADU





Pengalaman menarik ini kami alami sewaktu kami berbulan madu di Pulau Bali dan Lombok. Waktu itu sedang low session jadi keadaan tidak seramai kalau sedang hari libur, di mana kami melakukan hubungan seks di tepi pantai yang sepi sambil membuat film dokumentasi adegan kami tersebut, juga sewaktu kami di hotel kegiatan kami sempat diintip oleh seorang pegawai hotel. Saya dan Vonny senang sekali bereksperimen dalam melakukan hubungan seks, dari segala macam gaya, alat-alat bantu seks sampai membuat foto dan film hubungan seks kami

Vonny istriku itu kukenal sejak masih SMA, ia adik kelasku, hingga setelah selesai kuliah ia akhirnya kunikahi. Sejak SMA kami sudah sering melakukan hubungan seks, apalagi sewaktu kuliah, karena kami berada di kota Malang meskipun tidak sekampus tetapi karena tempat kostku yang bebas jadi kami sering melakukan hubungan seks di tempat kost. Sebenarnya kami juga mempunyai cerita yang menarik sewaktu masih kuliah dulu, tetapi saya ingin menceritakan pengalaman yang satu ini dahulu.

Siang hari sekitar pukul 1.00, akhirnya kami berdua sampai di Pulau Bali, dari airport kami di antar taksi untuk mencari hotel di daerah Kuta, sejenak kami melepas lelah, setelah itu kami jalan-jalan di sepanjang jalan di Kuta, Vonny rupanya tertarik untuk membeli beberapa potong bikini untuk dipakai nanti di pantai. Model yang ia beli sangat menggairahkan, kainnya tipis berwarna terang hingga kalau dipakai lalu kena air, dipastikan apa yang dilapisinya akan terlihat dengan jelas, sengaja ia beli itu untuk membuat aku terangsang, lalu ada celana yang hanya ada secungkup kain kecil untuk menutupi rambut kemaluannya, modelnya hanya bertali satu bagian belakangnya hingga belahan pantatnya jelas bebas terlihat, begitu juga penutup dadanya hanya sekedar untuk menutupi puting buah dadanya, selain itu banyak juga yang lain yang ia beli, pokoknya modelnya yang merangsang.

Semalam kami di Bali, keesokan harinya kami menyeberang ke Pulau Lombok yang pastinya lebih alami dibanding Bali. Sesampainya di Lombok kami masih harus menyeberang ke Pulau kecil di sebelah Pulau lombok yaitu di Gili Meno. Tempatnya sangat cocok untuk berbulan madu, kami menempati sebuah cottage yang asri, setelah berkemas kami segera menuju ke pantai untuk berenang, mula-mula Vonny masih mengenakan kaos rangkap untuk menutupi bikininya, sesampai di pantai yang berjarak sangat dekat dengan hotel, kami mencari tempat yang nikmat untuk berenang, kami melihat sepasang bule yang sedang asyik bercumbu ria di pinggir pantai yang landai dan berpasir putih itu sehingga kami bisa melihat kalau mereka berdua dalam keadaan telanjang bulat.
"Von, kamu berani nggak seperti mereka itu", tanyaku.
"Berani aja, pokok ada kamu aku mau aja", sahut Vonny.

Setelah menemukan tempat yang tepat segera kami berdua berenang di air laut yang jernih itu. Kulihat Vonny mengenakan bikini yang transparan hingga menampakkan bayang rambut kemaluannya di pangkal pahanya, sewaktu ia masuk ke air aku tidak dapat menahan nafsuku yang timbul melihat tubuh Vonny yang memakai bikini transparan itu. Payudaranya yang kencang menantang jelas terlihat di balik bikininya, ujung payudaranya yang berwarna coklat kemerahan membayang jelas terlihat. Segera saja penisku kerediri tegak melihat pemandangan yang indah itu, segera kuabadikan dengan handycamku tubuh Vonny dari segala sudut dan segala lekuk tubuhnya.
"Von, kamu lepasin aja bikinimu itu, kan sama aja kamu seperti nggak make apa-apa kalau kamu pake bikini itu", sahutku.
"Enggak ah, malu aku", jawab Vonny.
"Malu ama siapa, kan nggak ada orang yang tahu di sini, kan sepi", sahutku.
Ia melihat sekelilingnya nggak ada orang kecuali sepasang bule yang sedang asyik main kuda-kudaan.
"Iya deh aku lepas ya", jawab Vonny.

Tak kusia-siakan sewaktu ia melepas bikininya kurekam terus dengan handycam-ku hingga ia telanjang bulat di tepi pantai, kulepas sekalian celana renangku hingga penisku yang sudah berdiri tegak tadi meloncat keluar seolah merasa bebas dari kurungannya. Tampak olehku tubuh telanjang Vonny. Rambut kemaluannya tampak kontras sekali dengan kulit tubuhnya yang putih mulus, serta dua gumpalan buah dadanya yang tegak mengacung membuat nafsu ini menjadi berkobar. Ujung payudaranya yang berwarna coklat kemerahan itu tampak mengencang karena basah oleh air laut, ingin sekali kuremas-remas dan kuhisap ujung payudaranya itu. Kuabadikan semua tingkah laku Vonny yang telah telanjang bulat itu, ia bermain di air yang jernih sambil sekali-kali ia menoleh ke kiri dan kanan melihat kalau kalau ada yang melihat tubuhnya yang telanjang bulat itu. Ia berbaring telentang di pasir pantai dengan posisi kakinya mengangkang hingga tampak belahan lubang vaginanya yang berwarna merah kehitaman itu, kurekam terus adegan ini sambil arah kamera kuarahkan ke bagian vaginanya yang terbuka lebar itu. Tanganku yang satu sambil mengurut penisku yang sudah berdiri tegak sambil sesekali meraba dan meremasi payudara Vonny yang sudah mengencang itu.

Rupanya Vonny juga sudah mulai terangsang ketika kuraba vaginanya dan kumainkan clitorisnya, ia lalu meraih penisku dan mengocoknya perlahan sambil mendesah keenakkan, "Ughh..., Ninoo..., gelii, enakk...", sambil tangannya semakin kencang mengocok penisku, akhirnya kutaruh handycamnya di suatu tempat yang tepat agar segala adegan kami dapat direkam dengan jelas, selintas terpikir olehku andai ada seseorang yang mau membantu untuk mengambil gambar dengan handycamku pasti akan lebih bagus lagi hasilnya. Kulihat ke arah pasangan bule itu, ternyata mereka juga sedang melakukan hubungan seks di pasir pantai, kulihat Vonny juga asyik menyaksikan adegan itu dan tangannya yang satu meremasi payudaranya sedang tangannya yang lain dengan dua jarinya tampak sudah berada di dalam vaginanya yang tampak licin mengkilat karena cairan nafsunya tampaknya sudah membasahi liang vaginanya.

Kuhampiri Vonny yang telentang di atas pasir pantai itu segera ia meraih penisku dan mengarahkannya ke mulutnya yang mungil dan selanjutnya bagai anak kecil yang sedang makan ice cream, dijilatinya seluruh batang penisku dari ujung kepala sampai ke buah penisku tak lupa dikulumnya sambil sesekali di sedot dengan kuat. "Ufffffff nikmat sekali Von..., terusin isapnya..., isap yang kenceng", karena sudah bangkit nafsunya, Vonny dengan kuat menyedot ujung kepala penisku sambil sesekali menggunakan ujung lidahnya memainkan lubang kencingku, rasa yang ditimbulkan sangat nikmat sampai ke ubun-ubun. Segera kubuat posisi yang memungkinkan aku bisa menjilati dan menghisap vagina Vonny yang sudah terbuka itu, ketika kujilati clitorisnya ia menggelinjang kenikmatan sambil kepalaku di jepit dengan kedua belah pahanya, ia rupanya ingin agar aku lebih lama menjilati vaginanya. Dengan dua jariku, jari tengah dan telunjuk kumasukkan ke dalam vaginanya dan mengocok dengan lembut hingga ia tampak mengerang-erang keenakkan, penisku di genggamnya erat sambil terus menghisap-isap ujung penisku.

Cukup lama kami saling isap dan jilat hingga aku melihat ke arah pasangan bule itu dan ternyata mereka sedang menyaksikan adegan kami. Kukatakan pada Vonny kalau kita sedang diperhatikan oleh pasangan bule itu.
"Biarin aja, biar mereka terangsang melihat permainan seks kita".
Bukannya malu tapi Vonny malah lebih ganas dan agresif dalam permainan ini. Kini posisiku telentang di pasir dan Vonny berada di antara ke dua pahaku yang telentang, ia tampak begitu menikmati penisku yang kini sudah basah terkena air liurnya, tak henti-hentinya ia mengisap dan menggigit kecil ujung penisku sehingga aku kelojotan merasakan geli yang luar biasa, kurasakan desakan yang akan keluar dari penisku, segera aja kutarik kepala Vonny agar ia melepaskan penisku dari mulutnya, dan kini kurebahkan ia lalu kuhisap ujung payudaranya sebelah kanan sambil ujung yang satunya kumainkan dengan jariku, Vonny tampak menikmati permainan ini sambil tangannya sendiri memainkan ujung clitorisnya, kedua belah pahanya di buka lebar dan setengah diangkat agar lebih mudah dirinya memasukkan jarinya sendiri.
"Ninoo..., ayo masukin penismu di vaginaku dong..., aku udah kepengen nihh", pinta Vonny sambil mengarahkan penisku ke arah lubang vaginanya. Sambil dituntun tangannya kumasukkan ujung penisku ke lubang vaginanya. Vonny yang tampaknya memang sudah kepingin dengan mengangkat pantatnya ia sengaja membuat agar seluruh batang penisku masuk ke dalam vaginanya.
"Acchh..., uufffffhh", desah Vonny ketika seluruh penisku masuk ke dalam vaginanya. Kedua pahanya dilingkarkan di badanku agar penisku tetap menancap di vaginanya, kutarik sedikit keluar lalu kumasukkan dalam-dalam, kutarik lagi kumasukkan lagi dengan ritme yang berirama membuat Vonny mengerang-erang keenakkan.

Kini dengan ritme yang lebih cepat kutekan-tekan sekuat tenaga hingga mulut Vonny menganga tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun karena nikmat yang dia rasakan membuat ia hanya sanggup mengelinjang-gelinjang keenakan. Kulihat payudaranya bergerak naik turun seirama dengan kocokan penisku di vaginanya. "Niinnoo..., egghh..., aacchh..., aakuu pengen puass dulu ya", pinta Vonny.
Tanpa kujawab ia lalu kini berada di atas tubuhku, penisku yang berdiri tegak itu dituntunnya ke liang vaginanya, lalu dengan jeritan kecil Vonny, "Aauu...".

Seluruh batang penisku kini amblas masuk ke dalam vagina Vonny yang semakin licin itu, kini ia sepenuhnya bebas menguasai penisku, seperti orang naik kuda semakin lama semakin cepat gerakannya sambil tanganku meremas-remas kedua bukit payudaranya yang indah itu, ia ingin kedua payudaranya itu kuremas-remas dengan kuat hanya dengan begitu ia merasakan nikmat yang sebenarnya, kini ia tidak lagi bergaya seperti naik kuda, tetapi tetap seperti posisi semula hanya kini ia menggesek-gesekkan vaginanya maju mundur sambil ia meremasi sendiri payudaranya hingga akhirnya ia tampak mengejang-ngejang beberapa saat sambil menggigit bibirnya dan matanya terpejam merasakan nikmat yang tiada tara itu, akhirnya ia terkulai di atas tubuhku beberapa saat.

Lalu ia kembali mengocok penisku dengan vaginanya, kurasakan kini vaginanya lebih seret dari yang tadi sehingga menambah kenikmatanku, segera kuminta agar ia berjongkok aja, posisi doggie style adalah posisi kegemaranku, segera Vonny berjongkok sambil membuka lebar pahanya hingga kulihat dengan jelas lubang kenikmatan itu terbuka di hadapanku, vaginanya sangat merangsang sekali, rambutnya tidak terlalu lebat hingga seluruh bagian dalam vaginanya dapat terlihat dengan jelas.

Kini kepala penisku kuarahkan ke dalam lubang itu, dengan sekali dorongan, masuklah sebagian penisku ke dalam vagina Vonny. Vonny menjerit kecil ketika sebagian penisku masuk ke vaginanya, kini ia memundurkan pantatnya hingga amblaslah seluruh batang penisku ke dalam vagina Vonny. Dengan kuat kudesak-desak seluruh batang penisku dengan irama yang beraturan hingga Vonny merasa kegelian lagi. Sambil mendesis ia memintaku agar jariku di masukkan ke dalam anusnya, kubasahi jari telunjukku dengan ludah dan sebagian lagi kubasahi pula lubang anusnya dengan air ludahku. Sambil terus menggoyang kumasukkan jari telunjukku ke anusnya hingga seluruh jariku masuk ke dalam anusnya, sambil kutekan ke bawah hingga kurasakan geseran penisku di dalam vagina Vonny, ia tampak menikmati sekali permainan ini, berulangkali ia memintaku agar lebih keras lagi goyangannya sambil ia membuat gerakan maju mundur pantatnya.

"Uufffgghh..., Enak Vonn, vaginamu nikmat banget, orang lain pasti pengen ngrasain vaginamu ini, soalnya nikmat banget sih", Kataku.
"Iya dong, lain kali kita coba ya, mungkin orang lain pasti udah keluar duluan sebelum aku puas", sahut Vonny.
"Bener..., kamu pengen coba penis orang lain?", tanyaku.
"Iya..., itu kalau kamu kasih ijin lho, tapi kamu harus ada juga di situ melihat aku main ama orang lain", jawaban itu semakin membuatku terangsang hingga kupercepat kocokan penisku sambil menekan kuat kuat jariku yang ada di dalam anusnya, hingga akhirnya kurasakan ada desakan yang kuat yang akan menyembur keluar dari penisku, rupanya Vonny juga mengerti kalau aku mau keluar, kucabut keluar dan segera oleh Vonny diraihnya penisku dan segera ia menghisap kuat penisku sampai akhirnya aku tak kuat lagi menahan rasa nikmat ini hingga akhirnya, "Cett..., crett.., crett", keluarlah cairan kenikmatanku, dengan lahap Vonny menghisap setiap tetes cairanku itu, lalu dengan lidahnya ia membersihkan ujung penisku hingga seluruh batang penisku mengkilat oleh air liurnya.

Apa yang kami lakukan itu ternyata di saksikan oleh sepasang bule tadi, bule cowoknya mengacungkan ibu jarinya ketika melihat kami kini tergeletak kelelahan di pasir pantai, kubalas dengan acungan jempol pula lalu ia tertawa. Kuingat tadi handycam yang sejak tadi merekam adegan kami itu, lalu segera kuambil dan kusimpan film tadi sebagai kenang-kenangan yang indah. Dengan tetap telanjang bulat kami bermain di air sambil membersihkan diri dari pasir pantai yang menempel di seluruh tubuh kami, kami tetap di pantai itu sampai menunggu matahari terbenam, karena dari pantai itu kami dapat menyaksikan indahnya peristiwa alam itu, terlebih peristiwa yang baru kami alami tadi.


TAMAT

HASRAT SEKS



Waktu itu aku sedang sendiri. Aku baru saja (sekitar sebulan) berpisah dengan salah seorang gadis yang sangat kusayangi. Ah, aku sendiri heran, mengapa perpisahan yang kali ini membuatku sedikit sakit hati. Hari-hari terasa sangat berat tanpa kehadirannya, bahkan aku pun punya rasa sedih akan kehilangan seseorang (setidaknya itulah yang kupikirkan saat itu). Aku jadi semakin sering menelepon Enni (kekasih pertamaku) walau hanya sekedar menceritakan betapa aku merasa sangat sendirian. Mungkin kalian pernah merasakan (paling tidak sekali) serius menjalin hubungan dengan seseorang, dan begitu pula aku. Pathetic, untuk cowok sepertiku. Tapi, yah terkadang perasaan tak dapat selalu ditipu, bukan?
Suatu hari aku (karena menganggur sekali) menghabiskan waktu luangku di toko buku Gramedia, di jalan Kertajaya, sekedar membaca-baca buku. Soalnya di sana satu-satunya toko buku bermutu dimana kita bisa membaca gratis. Waktu itu aku sedang menikmati membaca buku komik Jepang Elex Media terjemahan bahasa Indonesia (entah apa judulnya, soalnya aku tak ingin repot mengingatnya). Menyandarkan tubuhku di tembok di sebelah rak buku, dan membiarkan orang-orang memandangku dengan heran saat aku tertawa. Saat itulah tiba-tiba aku melihat sebuah kepala muncul dari balik buku yang kupegang.
"Nia?" seruku tak percaya.
"Ray? Bener kan? Raayy!" seru gadis itu tak kalah sengit.
Kami berdua tanpa terasa saling berpelukan, tertawa-tawa, membiarkan adegan tak senonoh itu dilihat orang di sekitar kami.
"Ssshh.. banyak orang," Nia berkata kepadaku.
"Hahaha.. nyari tempat yuk," kataku.
Kugandeng tangannya keluar dari Gramedia. Kami akhirnya mengambil tempat di salah satu warung di sebelah toko buku itu.
"Ray, gimana aja kabarnya.. umm.. setahun yah?"
Ah ya setahun, lama memang.
"Yah, baik-baik saja. Kamu?"
Lalu Nia bercerita tentang bagaimana ia setelah lulus SMU, berangkat ke Jakarta untuk meneruskan kuliah D1 di sebuah universitas negeri di sana. Setelah tamat, ia kembali ke Surabaya dan bekerja di sebuah bank swasta yang namanya cukup kondang di Indonesia.
Ceritanya sangat panjang (dan siapapun takkan mau mendengarnya, membosankan), namun yang kutahu saat itu aku butuh teman untuk bicara, untuk.. "Ray, jadi inget waktu dulu." Aku pun teringat. Waktu..
Kota Xxx, Jawa Timur, 1995
Kami bertengkar hebat hari itu. Enni tidak mau lagi mendengar alasanku. Dia benar-benar marah ketika mengetahui bahwa aku melupakan janjiku untuk mengantarnya les hanya demi bandku. "Pulang, pikir dulu perbuatan kamu, baru temui aku lagi!" Huh, ya sudah, pikirku sambil beranjak keluar mengambil sepeda Federal-ku dan ngeloyor pulang. Di tengah jalan hampir saja aku terjatuh, reaksi Nipam di tubuhku masih belum hilang benar. Aku pulang ke rumah, membanting sepedaku di halaman, dan langsung menuju ke kamar. Kubuka lemariku dan mengambil sebotol Bacardi yang isinya tingal setengah. Kuambil 'tik' obat di saku belakangku. Memencet keluar dua butir terakhir, mengunyahnya sambil menenggak seteguk cairan dari botol di hadapanku. Nikmat! Anganku melayang, kujatuhkan tubuhku di tempat tidur, menunggu reaksi obat bekerja. Cih, pikirku, siapa yang butuh wanita. Kubuka retsleting celanaku, mengeluarkan batang kemaluanku, menggoyang-goyangnya sejenak dalam genggamanku sampai menegang. Kusentil ujungnya dengan telunjukku sambil tertawa kecil. Gila, aku tahu kamu protes atas ucapanku, hahahaha. Setan pun tertawa dalam jiwaku.
Kubayangkan tubuh Enni di atasku, tanpa pakaian, tubuhnya bersimbah peluh. "Ahh.. uhh.. ahh.. Ray.. ahh.. ahggh.. agg.. ahh.." kutariik-tarik kulit kemaluanku, merasakan nikmat pada ujung-ujung sarafnya. Sekarang Enni menciumi dadaku dengan ganas, menggerak-gerakkan pinggulnya, "Ahh.. mm.. mm.. hh.. ahh.. ngnggnn.. hh.." kuraasakan keringat di permukaan perutku. Nikmat, anganku semakin melayang. Bangsat hina! Kulepaskan genggamanku pada batang kemaluanku, mengeleng-gelengkan kepalaku untuk memperoleh sedikit kesadaran. Monyet!
Kuulurkan tanganku mengangkat gagang telepon yang barusan berbunyi keras sekali di pinggir kepalaku.
"Halo..?" nada suaraku terdengar penuh emosi.
"Ray? Kamu tidur..? Sori deh.." nada suara ketakutan terdengar dari seberang.
"Ah.. nggak apa-apa. It's okay," emosiku sedikit mereda.
"Kamu ada masalah apalagi dengan Enni?"
"Biasa, sifat kekanak-kanakannya belum mau hilang."
"Ya sudahlah, tadi dia nangis telpon aku.."
"Lalu? Kamu mau menyuruhku minta maaf ya?"
"Bukan gitu, Ray.."
"Ya sudah deh, aku ngantuk."
Kuletakkan gagang telepon tanpa menunggu sahutan suara di seberang. Kembali menelentangkan tubuhku, menggenggam batang kemaluanku. Hup. Ah, ya. Kuangkat lagi gagang telpon, menekan beberapa nomor.
"Nia? sori aku sedikit emosi."
"Hmm.. iya deh, tapi jangan berantem terus."
Pikiranku sedikit melayang. Obat sialan.
"Nia, jalan yuk."
"Ha? Mau kemana?"
"Curhat saja, aku pingin refreshing," sahutku sok sedih.
"Iya deh, jangan pulang malam-malam okay."
"Yop."
Kuletakkan gagang telpon ketempatnya semula, mengambil celanaku dan berpakaian.
"Ma.. aku pakai mobil," teriakku.
"Mau kemana Ray? Nanti Papa pulang loh.." mama berteriak dari dalam kamar.
"Bentar saja.." sahutku, dan langsung mengambil kunci mobil dan tanpa menunggu seruan mamaku, aku membawa mobil papa keluar rumah.
Di jalan kutenggak teh pahit yang selalu kubawa di saku jaketku. Ah, lumayan segar. Kutaruh kembali botol Vicks 44 itu ke dalam saku jaketku, dan memacu gas mobil menuju ke rumah Nia.
---------------------------------------------------
Kugerayangi buah dadanya, menciumi puting susu-nya, melumat bibirnya, meraba selangkangannya, "Ahh.. uh.. oh.. hkk.. jangan gitu dong, Ray. Kamu harus lebih pengertian." Kubanting stir ke kiri, memasuki jalan menuju ke luar kota yang ditumbuhi pepohonan, jalan itu terlihat sepi dan gelap.
"Bagaimana bisa pengertian kalau sifatnya seperti itu terus?"
"Yaahh.. bagaimana yah?" Nia terlihat bingung, matanya menatap jendela, melihat pepohonan yang seakan berlari.
"Memang anaknya seperti itu, Ray?" lanjutnya.
Saatnya, pikirku. Kubanting stir melewati kali kecil di bahu jalan, itu bukan masalah untuk Taft GT milik papaku.
---------------------------------------------------
Kurasakan Rena mengelus rambutku. Aku menangis semakin keras, mengerang dan terisak, sesekali menguap dengan gerakan sesamar mungkin, sekedar memastikan air mataku tetap keluar.
"Aku sedih.." isakku.
Yah, sedih sekali, sampai menempelkan kepalaku di pahanya.
"Ya, begitulah namanya orang pacaran, kan nggak harus senang terus.." kudengar bisikannya.
"Kamu baik.." kataku lirih nyaris tak terdengar.
Nia mencondongkan kepalanya.
"Apa..?"
Susu-nya itu loh, menempel di ubun-ubunku, seandainya aku bisa berkata begitu saat itu. Namun, aku lebih memilih untuk memutar tubuhku, mengangkat punggungku sekuat tenaga sehingga dapat menyentuh bibirnya dengan bibirku. "Hhh.. Ray.." Peduli amat, lagi enak, nih.
"Aku butuhh.. mm.." kukulum bibirnya.
"Sayanghh.." Nia membalas ciumanku.
Matanya terpejam. Kuangkat sisi tubuhku, memeluk belakang lehernya dengan telapak tanganku. Plakk! Tamparan itu telak mengenai pipiku, membuat pengaruh obat di kepalaku sejenak berkurang. "Nia.. maaf.." Aku beringsut ke bangkuku sendiri, menutup mukaku dan menangis seperti seorang anak kecil. Cukup lama dan melelahkan untuk berpura-pura seperti itu. "Ray.. aku juga minta maaf.." Akhirnya siasat ini memang tak pernah gagal.
Nia diam saja saat aku membalikkan tubuhku dan mengecup bibirnya. "Ah.. mm.." kudengar Nia mengeluh dan kulihat matanya terpejam, meninggalkan garis kepasrahan saat kugenggam susu-nya dengan telapak tanganku. Sip, pikiranku mulai bergerak cepat dalam kondisi setengah sadar. Kutempelkan telapak tangaku ke belakang lehernya, menekan kepalanya supaya aku bisa melumat bibirnya lebih dalam. "Hhh.. Nia.." kuremas dadanya di genggamanku, menikmati kekenyalannya. Nia diam saja saat kumasukkan tangaku ke dalam bajunya. "Ray.." Entah setan mana yang menyetir otakku saat itu, kuremas buah dadanya yang empuk, mengulum bibirnya dengan penuh nafsu, membuatnya terengah-engah menahan tekanan kepalaku.
Nia menurut saat. Kugandeng lengannya menuju jok belakang. Kukulum lagi bibirnya, sekarang tanganku mengangkat bagian bawah bajunya. "Ray.. hh.." Kuangkat bajunya melewati kepalanya, menciumi dadanya, menjilati BH yang menutupi payudaranya, memegang ketiaknya, mendorong punggungnya terangkat, sehingga bisa kutekan kepalaku di dadanya. "Ahh.. mmhh.. ah.. nikmatnya.." Nia mengeluh kecil saat kulepas kaitan BH-nya. Kulihat payudaranya yang membusung dan putingnya yang terlihat menggoda. Kuhisap putingnya, menyaksikan pori-porinya yang membuka saat kujilati kulit dadanya. "Ray.. hh.." kubekap mulutnya dengan bibirku, nafasku mulai terengah-engah oleh nafsuku sendiri. Kubuka baju atasku, menempelkan dadaku ke payudaranya, menekan dan menggesek, menikmati semua keluhan dan rintihannya yang tertahan ketika bibirku mengulum bibirnya.
Ah.. kenikmatan ini, kenikmatan yang selalu kuinginkan saat hatiku gundah. Kepalaku terasa sangat ringan. Kubaringkan dia di jok belakang, sambil terus menekan dadaku, memastikan dia tidak banyak bergerak. "Ray.. jangan, Ray.." Ahh, betapa aku merindukan setiap gadis yang merintih seperti itu di dekapanku. Kuteruskan membuka celana pendeknya, membiarkan pahanya terlihat jelas. Ahh, kuelus dan kuraba pahanya tanpa memperdulikan tatapan matanya yang setengah terbuka, menatap protes atas perlakuanku kepadanya. Jadi, sebelum tangannya menyingkirkan tubuhku, kuciumi lagi wajahnya, meremas payudaranya, membuatnya mengerang dan melenguh. "Ahh.. mmhh.. nnggh.." kunikmati gerakan tulang punggungnya yang terangkat. Ahh, nikmatnya. Kuraba betisnya, menelusuri kulit pahanya yang mulus, dan meletakkan telapak tanganku di permukaan belahan pahanya, beristirahat sejenak, menikmati genggamannya di pergelangan tangaku yang menguat. "Ya Tuhan.. ahh.." Sayang, jangan mendesahkan nama Tuhan sekarang, paling tidak jangan saat ini. Kuraba celah kemaluannya yang mulai basah dari balik celana dalamnya.
Menggerak-gerakkan jariku, membuatnya semakin meronta dalam tindihan dadaku. "Ray.. oohh.. hh.." Dengan gerakan halus kutarik celana dalamnya menelusuri pahanya, betisnya, menikmati geliatnya di tindihanku. Ahh.. betapa indahnya kenyataan yang akan kuberikan padamu, gadisku. Kukecup bibirnya dengan lembut, sebelum membuka ikat pinggangku dan menurunkan celanaku berikut celana dalam yang menutupi auratku.
Nia memandang mataku dengan wajah memelas memohon pengertian, namun pengertian apakah yang bisa kuberikan kepadanya saat itu? Nyaris tidak ada. Kugenggam pergelangan tangannya, menuntunnya ke batang kemaluanku yang mulai tegang tak karuan. "Aaahh.." kurasakan nikmatnya saat tangannya menempel dan menggenggam batang kemaluanku.
"Ray, aku tidak mau begini."
"Nia, please.." kukecup bibirnya, sama sekali tidak merasakan penolakannya.
"Ray.." mendadak (seperti wanita pada umumnya) Nia menekan bahuku menjauh.
"Oke," katanya.
"Aku sebenarnya juga mau."
Wah, ini luar biasa, pikirku.
"Tapi ada syaratnya.."
Sial!
"Kamu harus mau menjadi pacarku."
Aih, jadi ini masalahnya. Dapat kubayangkan hubungan persahabatan kompetitif antara Enni dan Nia, ahh.. begitu bodohkah aku?
"Okay.. as you wish.. my lady."
Ternyata begitu, hmm.. mungkinkah Nia merasa iri atas keberhasilan Enni mendapatkanku? Sempat terpikir olehku tentang apa saja yang telah diceritakan Enni kepadanya mengenai hubungan kami. Tapi.. mendadak Nia menekan leherku dengan tangannya, mengecup bibirku dengan penuh nafsu. "Ah? Mmm.." Dalam keterkejutanku, aku nyaris tidak percaya semua ini. Nia mendadak menggerak-gerakkan genggamannya pada batang kemaluanku. "Ahh.. ah.. ah.. kk.." tak dapat kutahan nikmat yang menjalar di seluruh pembuluh darahku. Kuciumi seluruh wajahnya, menjilat bibirnya yang terbuka dan terengah, menggigit lehernya, menghisap puting susu-nya dan tanpa basa-basi kuangkat tubuhku, menaikkan pahanya ke samping, dan menempelkan ujung kemaluanku di permukan liang kemaluannya. Kulihat pandangan matanya yang sayu, melihat anggukan kecilnya. Apakah ini saatnya perjalananku berhenti? Membayangkan memiliki seorang kekasih yang tak dapat kulepas lagi? Masa bodoh.
"Ahh.." kudengar ia menjerit kecil saat kutekan-tekan ujung kemaluanku ke liang kemaluannya. Namun aku masih sangat muda dan miskin pengalaman saat itu, bahkan dengan keseringanku menonton film blue aku masih tidak dapat melakukannya. Aku menjadi bingung, keringatku keluar dari dahi dan sekujur tubuhku. "Ahh.. ah.. ah.. Ray.. ah.." kudengar erangannya saat pinggulku bergerak-gerak di atasnya. Shit! bagaimana melakukannya dengan benar? Saat itu aku menjadi panik.
"Nggak mau masuk, nih.." kataku dengan alis berkerut.
"Ahh.. hidupin.. lampunya.." Nia berkata setengah tertahan.
Hah? Lampu, sempat aku celingukan seperti orang bingung menatap sekelilingku. Gila apa ya? Dalam kebingunganku, pinggul Nia terangkat menekan batang kemaluanku, membuatku sedikit mengerang.
"Ngga ah.. kamu aja yang naruh," ujarku.
"Hhh.." Nia memegang batang kemaluanku dan menaruhnya di.. entah bagian mana dari kemaluannya. Aku berusaha menekan lagi,
"Ahhkk.."
Kami mengerang bersamaan, kutekan-tekan batang kemaluanku, tanganku menggapai susunya dan meremas-remas, membuat kepalanya terangkat ke belakang.
Keringat di tubuhku semakin deras karena kurangnya ventilasi di dalam mobil, dan karena segala gerakan yang kulakukan. "Ahh.. ahh.. ah.." Nia masih mengerang-erang di bawahku. Kutekan terus batang kemaluanku berusaha menembus "apapun" juga yang menghalangi pergerakannya saat itu. Aku mulai jenuh menekan-nekan tanpa hasil. Nia mengangkat kepalanya dan memandang ke bawah. "Duh.. gimana sih.. sakit nih.." Ya gimana dong? pikirku saat itu. Kuakui aku masih buta melakukan hubungan seksual, kalau peting sih sering. "Terus.." tanyaku. Nia bangkit, mendudukkan dirinya, dan menarik pundakku.
"Coba kalau begini."
"Ahhkk.."
Kurasakan bibirnya yang menempel di dadaku.
"Ahh.. ah.."
Nia mengeluh saat tangannya menggenggam batang kemaluanku dan menaruhnya di entah bagian mana dari kemaluannya dan mendudukinya.
"Aacchh.." batang kemaluanku terasa sakit. Nia menarik punggungnya ke belakang, meletakkan tangan kanannya di atas sandaran kepala bangku depan, dan menggoyang-goyang pinggulnya yang menduduki batang kemaluanku. "Ahh.. ah.. ah.." aku mulai merasakan kenikmatan yang ditimbulkan oleh goyangannya di sekujur tubuhku.
"Ahkk.."
Tanganku mencengkeram pahanya, berusaha menahan spermaku yang hampir keluar.
"Arrgghh.."
Kusentakkan pinggulku ke atas, membuat tubuh Nia terangkat sejenak, spermaku menyembur entah kemana. Membuat mataku rabun dan pikiranku yang sudah terkontaminasi obat melayang.
Nia menggerak-gerakkan pinggulnya lagi.
"Ahh.. ahh.." kudengar nafasnya mendengus.
"Nia.. udah dong.." kataku.
Selalu begini, begitu sudah keluar, langsung saja keinginan itu hilang lenyap.
"Ha? Kan belum masuk?" kudengar Nia berbisik protes.
Kuangkat tubuhku, menatap kemaluanku yang mulai agak lemas.
"Masa?" tanyaku.
"Iya, kayaknya belum deh.." Nia menimpali.
Akh, hahahahahahaha..
"Untunglah.." kataku tanpa memperdulikan bibirnya yang terlipat.
"Ray.. duh.."
Kukenakan baju dan celanaku, melihatnya masih duduk di pojok kursi belakang tanpa pakaian dan menyilangkan tangannya di dada.
"Nih.." ujarku saat mengecup bibirnya dan dadanya.
Kuremas lubang kemaluanya sambil tertawa. Akhirnya Nia tertawa mengiringiku, dan mengenakan baju dan celananya kembali. Anehnya, pengaruh obat itu mulai terasa agak ringan sekarang.
Kuantar ia pulang ke rumahnya. Sampainya di depan pagar, kesadaranku mendadak sedikit pulih.
"Nia.. umm.. kita.."
Nia membalikkan tubuhnya,
"Aku tahu kok.. nggak pernah ada apa-apa kan?" Aku tersenyum kepadanya.
"Thanks.."
"Your welcome, Ray," jawab gadis manis itu sebelum menghilang di balik pintu rumahnya.
Ah.. what a night.
Kukendarai mobilku menembus gelap malam. Mendadak saat itu aku ingin menelepon Enni dan meminta maaf.
---------------------------------------
"Ray..?" "Ah, sorrie.." sahutku cepat.
"Eh.. Nia.. mm.. gini.." Nia tertawa melihat kegugupanku.
"Jalan yuk."
"Hah.. sure.." aku tergagap-gagap.
Selalu saja anak ini tahu maksudku. Hehehehehe!
Dalam perjalanan, Nia lalu bercerita bagaimana semenjak lulus SMU ia selalu berusaha melupakanku dan menolak setiap lelaki yang berusaha mendekatinya. Dan mengomeliku karena tidak pernah menghubungiku lagi sejak perpisahanku dengan Enni. Aku sangat terharu, karena aku juga tahu betapa ia menyayangiku, namun karena persahabatan adalah yang terpenting baginya, ia rela menyerahkan kemenangan itu kepada Enni. Ah, Nia.. seandainya saja.. Nia lalu bercerita bagaimana Mas Dita (begitu dia menyebutnya) berhasil meluluhkan gunung es dalam hatinya, dan mengajaknya bertunangan kira-kira dua bulan yang lalu. Sampai di sini aku terdiam, memandangnya tanpa berkedip, lalu kami berdua tertawa terbahak-bahak, antara sedih, kerinduan, dan kasih sayang tulus seorang teman sejati.
Masih kuingat, sebelum kuturunkan kembali ia di Gramedia (karena Dita akan menjemputnya seperempat jam lagi), Nia sempat mencium pipiku dan meremas kemaluanku dari balik celanaku, tersenyum memandangku dan berkata, "Ray, kita akan bersahabat selamanya.." aku hanya bisa tersenyum saat itu, semua gejolak nafsuku hilang berganti perasaan menyesal, sayang, dan haru yang berkecamuk di hatiku. "Tentu.. Nia.." jawabku.
TAMAT